EmitenNews.com - Pemerintah perlu menanggapi serius keluhan sejumlah SPBU swasta terkait kelangkaan BBM nonsubsidi. Jika tidak, ada kekhawatiran bakal berdampak kepada investasi. Jika sulit mendapatkan bahan bakar minyak, mereka bisa saja menunda ekspansi bisnisnya, atau bahkan menutup bisnis SPBU-nya di Indonesia.

Dalam keterangannya yang dikutip Kamis (11/9/2025), Direktur Utama BP-AKR, Vanda Laura mengatakan, pihaknya berencana membangun 10 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Namun semuanya batal, gara-gara kesulitan memperoleh BBM.

“Sesungguhnya, 10 SPBU tersebut sudah dibangun, tinggal beroperasi. Kalau misalkan mau dilihat apakah SPBU sudah dibangun? Sudah ada, tinggal dibuka pintunya,” tutur Vanda Laura.

Kelangkaan BBM yang membuat kemitraan antara British Petroleum (BP), perusahaan energi multinasional dari Inggris, dengan AKR Corporindo Tbk, perusahaan logistik dan distribusi dari Indonesia, tak lagi bersemangat berbisnis di Indonesia.

“Untuk saat ini, kami masih melihat situasi dan kondisi. Kalau misalnya SPBU kami buka, kalau tidak ada barangnya (BBM) kan sayang,” kata Vanda Laura, di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Permasalahan yang ada, telah disampaikan saat rapat bersama Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung. Rapat terselenggara sebagai respons pemerintah terkait kelangkaan BBM di SPBU swasta, seperti Shell dan BP.

Selain menyampaikan kendala ekspansi bisnis yang disebabkan oleh kelangkaan BBM, Vanda juga menyampaikan kompleksitas kondisi BP ketika disarankan untuk membeli BBM dari Pertamina. 

Pasalnya, masing-masing badan usaha, termasuk Pertamina dan BP, memiliki zat tambahan (aditif) berbeda. Hal itu menyebabkan adanya perbedaan spek dari BBM yang dijual oleh masing-masing badan usaha.

“Pada intinya, yang kami cari adalah solusi yang win-win untuk semua, paling penting adalah win-win untuk masyarakat,” kata Vanda Laura.

Vanda menceritakan, pihaknya masih mencari solusi alternatif dari yang ditawarkan oleh pemerintah. Ia mencari alternatif-alternatif lain. “Kami juga harus mengevaluasi lebih lanjut dan mengantisipasi apabila ada potensi risiko dan lain sebagainya.”

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mempersilakan SPBU swasta, yakni Shell dan BP, dan lainnya, untuk membeli BBM dari Pertamina. Kementerian ESDM sudah memberikan kuota impor BBM tambahan untuk SPBU swasta sebesar 10 persen apabila dibandingkan dengan kuota impor BBM pada 2024.

Apabila SPBU swasta masih kekurangan BBM untuk disalurkan, Bahlil menyarankan agar mereka membeli BBM-nya ke Pertamina, tidak mengandalkan impor. Stok BBM Pertamina masih banyak, sehingga bisa dibeli oleh para perusahaan pengelola SPBU swasta.

Jadi, untuk memenuhi kebutuhan SPBU swasta, Kementerian ESDM menginisiasi Pertamina mengimpor bahan bakar minyak. Data kebutuhan BBM bisa segera disiapkan para pengelola SPBU swasta. Setidaknya, dalam waktu sepekan, agar segera diolah Kementerian ESDM dan diserahkan kepada Pertamina.

Kepada pers, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (10/9/2025), Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengungkapkan, data itu diperlukan, agar Pertamina segera menghitung kebutuhan impor untuk memenuhi permintaan SPBU swasta.

Kementerian ESDM menggelar rapat bersama seluruh pengelola SPBU swasta, yang dipimpin oleh Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung. Rapat tersebut merupakan respons pemerintah terhadap kelangkaan BBM yang terjadi di SPBU swasta, yakni Shell dan BP, sejak Agustus 2025.

Karena itu, data kebutuhan BBM bisa segera disiapkan para pengelola SPBU swasta. Diberikan waktu sepekan, agar segera diolah Kementerian ESDM dan diserahkan kepada Pertamina. Data tersebut menjadi dasar bagi Pertamina untuk melakukan pengadaan. Apabila Pertamina dapat memenuhi kebutuhan SPBU swasta tanpa menambah impor, maka Indonesia tidak perlu mengimpor BBM lagi.

Pemerintah sudah memberikan kuota impor tambahan bagi SPBU swasta sebesar 10 persen untuk 2025 apabila dibandingkan dengan 2024. Untuk penetapan kuota impor 2026, Laode meminta kepada badan usaha untuk melakukan kajian yang nantinya akan menjadi masukan bagi Kementerian ESDM. ***