EmitenNews.com - Di tengah gejolak geopolitik dan tekanan ekonomi global, ekonomi Indonesia saat ini masih dalam posisi yang relatif baik. Hal ini tidak terlepas dari kinerja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber untuk melindungi ekonomi dan masyarakat.


Terlebih saat ini pandemi Covid-19 sudah semakin terkendali, sehingga alokasi belanja APBN dapat difokuskan untuk anggaran belanja yang dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat.


“APBN telah membelanjakan sebesar Rp1.913,9 triliun atau mencapai 61,6 persen dari total pagu. Hingga akhir September 2022, anggaran sebesar Rp307,1 triliun sudah disalurkan langsung kepada masyarakat penerima manfaat melalui berbagai program diantaranya program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, BLT minyak goreng, subsidi bunga KUR, bantuan tunai untuk pedagang kaki lima dan BLT desa,” ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, seperti dilansir di laman Kementerian.


Senada, Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengatakan bahwa dampak dari tekanan ekonomi global bisa bermacam-macam, tetapi yang paling terasa adalah dampak terhadap inflasi.


“Dalam kondisi seperti ini, salah satu fungsi kebijakan fiskal adalah menjadi tameng atau shock absorber. Ini bisa berupa cash transfer sebab ketika harga naik, kalangan bawah yakni 40 persen masyarakat berpendapat paling rendah adalah yang paling terdampak. Kemampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar seperti makan akan tergerus. Maka, dalam kondisi tersebut bansos berpengaruh besar,” ujar Faisal.


Selain memberikan bantuan sosial, Faisal menjelaskan fungsi lain dari kebijakan fiskal dalam shock absorber yakni sebagai curation dan prevention. Pemberian bansos lebih ke curation, sementara untuk sisi prevention yakni peran APBN untuk menghindari inflasi belum dioptimalkan.


“Kalau bansos kan inflasi sudah terjadi, kemudian dikompensasi dengan bansos. Akan tetapi, sebelum itu terjadi, sebetulnya ada peran kebijakan fiskal untuk menghindari peningkatan dari sisi inflasinya. Sebetulnya memang ada opsi untuk itu, untuk menghindari inflasi yang lebih tinggi melalui kebijakan fiskal, yaitu menambah subsidi untuk supaya BBM-nya tidak naik harganya. Nah itu prevention,” tambahnya.


Namun demikian, Menkeu menjelaskan bahwa belanja non K/L didominasi oleh subsidi, kompensasi, dan program lainnya dimana APBN sebagai pelindung terhadap gejolak global.


“Di tahun 2022, alokasi kompensasi melonjak dari hanya Rp18,5 triliun menjadi Rp293,5 triliun. Ini terutama untuk kompensasi listrik dan BBM, dua komoditas yang mengalami kenaikan sangat tinggi. Begitu juga dengan anggaran subsidi yang mengalami kenaikan dari Rp207 triliun ke Rp283,7 triliun,” jelas Menkeu.


Selain untuk membiayai anggaran subsidi BBM, LPG, dan listrik, alokasi anggaran subsidi juga diberikan untuk subsidi perumahan, kartu Prakerja dan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). Penyaluran KUR yang sudah mencapai Rp269 triliun diberikan untuk mendorong dan membantu pemulihan ekonomi dari usaha-usaha kecil.(fj)