EmitenNews.com—PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) sebagai pengembang perumahan terpadu atau emiten properti nasional dengan torehan berbagai proyek besar kenamaan, mengatakan telah melakukan pengembangan township bertahap, Perseroan menyesuaikan dengan market dan cost yang harus dikeluarkan untuk setiap proyeknya. SMRA mengklaim selama 47 tahun telah membangun kepercayaan dari publik.


“Kami tidak pernah menjamin bahwa kawasan summarecon tidak akan pernah banjir, namun kami terus berupaya untuk melakukan  yang terbaik dengan mendatangkan konsultan terbaik untuk setiap proyek properti kami seperti konsultan dari belanda dalam proses pembangunan drainase air seperti dam dan lain-lain,” Adrianto P. Adhi selaku President Director Summarecon Agung (SMRA) kepada media, Rabu (12/10/2022).


Dalam perjalanannya Summarecon selalu menghadirkan hunian yang memang selain memiliki nilai hunian utama tapi juga memiliki nilai investasi, seperti Andrianto mencontohkan, Summarecon bekasi yang di bangun pada 2010 dengan harga jual hanya Rp500 juta kini di 2022 sudah memiliki harga jual hingga Rp1,7 miliar.


Untuk realisasi hingga 30 September tahun 2022, SMRA telah menyerap belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar 60% dari anggaran tahun ini sebesar Rp 600 miliar. Capex digunakan untuk pembangunan proyek berjalan dan infrastruktur pendukung.


Summarecon Agung Tbk (SMRA) berhasil mencatatkan pertumbuhan pra penjualan atawa marketing sales sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Emiten properti ini membukukan marketing sales Rp 3,5 triliun per September 2022. Capaian tersebut tumbuh 2,94% secara tahunan dibandingkan September 2021. Pada September 2021, SMRA mencatatkan marketing sales sebesar Rp 3,4 triliun.


Andrianto optimis industri properti akan menjadi lokomotif untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Sumbangsih industri properti untuk Produk Domestik Bruto (PDB) kami dulu hanya 2 persen per tahun sedangkan saat ini sudah mencapai 13 persen dalam setahun dari properti. 


Perseroan optimis bahwa perekonomian indonesia masih cukup baik seperti yang dikatakan oleh Presiden Jokowi dimana AS sendiri sudah resesi dan kita masih bisa menahannya di angka 4 persen, karena pasca covid, khususnya di industri properti, masyarakat reboundnya cukup cepat, daya beli juga recoverynya cukup cepat.


Indikasinya adalah pertumbuhan properti cukup bagus. Kami merasa pembeli juga demandnya  kembali tinggi lagi. Hal ini terlihat dari proyek-proyek kami di summarecon serpong, bandung, bogor bahkan kami bisa menjual extension bisa langsung sold out dalam satu hari.


Artinya, itulah indikasi dimana perekonomian Indonesia terus mengalami perbaikan dan itu berkat peran pemerintah yang bisa melakukan berbagai kebijakan yang mampu menahan resesi yang sudah menghantam amerika.


Terkait dengan kenaikan suku bunga acuan BI yang beranjak naik, Andrianto menambahkan, sebetulnya dengan kenaikan suku bunga BI yang sudah 4,25 BPS, para perbankan juga tidak serta merta menaikkan suku bunganya karena sekarang ini masa dimana suku bunga KPR itu sangat rendah. Sehingga jika naik 1-2 persen kami masih sangat masuk akal dan for to pay untuk masyarakat kita.


Justru Indonesia ini di tahun depan sangat bagus, sebagai gambaran perusahaan komoditi atau pertambangan tahun ini sedang dalam kinerja tinggi-tingginya. Tapi mereka semua itu belum membagikan dividen dan baru akan dibagikan oleh perusahaan komoditi ini akan dibagikan pada tahun depan dari hasil pendapatan yang luar biasa tahun ini. Sehingga tahun depan mereka berpotensi akan membagikan dividen dan bakal menguncur juga untuk dibelanjakan ke sektor properti.


Sehingga kita mendapat satu keuntungan yang sangat besar yang dibelah dunia manapun tidak ada dan hanya ada di Indonesia. Terkait suku bunga, bahkan pada awal tahun 2000 an sempat ada di level 8-9 persen, Jadi di indonesia sendiri saat ini dengan suku bunga 4 persen masih sangat biasa.


Tahun politik ada benefit dimana UMR akan dinaikkan, dengan penguatan UMR maka kemampuan untuk membeli rumah akan semakin tinggi dengan pembayaran KPR belih kuat. Saat ini KPR rata-rata ? dari pendapatan. Ketika UMR naik maka gabungan pendapatan suami istri semakin baik dan ini adalah momen bagus. 


Sebelumnya CEO Aldiracita Sekuritas Rudy Utomo menuturkan, untuk sektor properti saat ini lebih mengarah investment yang masuk kedalam fix asset. Memang untuk sampai saat ini pertumbuhan sektor properti masih sangat baik, tapi pasti akan mengalami penurunan. Namun ada beberapa emiten besar di sektor properti ini yang melihat suatu peluang seperti penjualan rumah yang skalanya menengah ke bawah dan ini bisa menjadi peluang untuk mereka.


Lebih lanjut Rudy menambahkan, misalnya dulu emiten properti menjualnya high premium, saat ini bisa melihat  sektor-sektor yang masih memiliki kapasitas untuk membeli. Maka dari itu emiten properti harus lebih jeli lagi melihat peluang-peluang, produk properti apa yang bisa dijual untuk tahun-tahun berikutnya.


Andhika Cipta Labora Technical Analyst PT Kanaka Hita Solvera mengatakan, saat ini sector property sedang banyak sentiment negative yang membuat sektor ini tertekan seperti BI menaikan suku bunga yang membuat bunga KPR naik dan inflasi tinggi. Hal ini bisa membuat masyarakat akan menahan pembelian rumah.


SMRA masih dalam fase downtrend didukung dengan volume yang masih besar, selain itu indikator MACD sudah di zona negatif yang menandakan harga sedang downtrend. Dengan demikian harga SMRA berpeluang untuk melanjutkan penurunan terdekat ke level 530-560.