EmitenNews.com - Lima tahun penjara, dan denda Rp500 juta untuk Nurdin Abdullah. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar menjatuhkan vonis terhadap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif itu, Senin (29/11/2021) malam. Hakim juga menjatuhkan vonis terhadap terdakwa kasus suap, dan gratifikasi itu, pidana tambahan uang pengganti Rp2 miliar dan 350 ribu dolar Singapura. Haknya untuk dipilih dicabut selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok.


"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama lima tahun dan denda Rp500 juta dengan subsidair selama 4 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim, Ibrahim Palino, Senin malam.


Hakim Ibrahim Palino menyatakan terdakwa Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti sebanyak Rp2 miliar dan 350 ribu dolar Singapura dengan ketentuan apabila tidak dapat dibayarkan paling lambat satu bulan, seluruh hartanya akan dirampas untuk mengurangi kerugian negara tersebut.


"Maka akan diganti dengan pidana penjara selama sepuluh bulan. Menjatuhkan kepada terdakwa hak untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok," tambah majelis hakim.


Kepada wartawan, Irwan Irawan, kuasa hukum terdakwa usai persidangan menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar, mengatakan pihaknya masih akan pikir-pikir. "Kami akan konsultasi dulu dengan klien kami, tapi kami masih pikir-pikir selama tujuh hari ke depan."


Sidang sempat diwarnai aksi protes seorang pria di dalam ruang sidang saat sidang pembacaan amar putusan. Pria yang belakangan diketahui bernama Azhari Setiawan alias Kama Cappi, seorang advokat itu, tiba-tiba masuk ke ruang sidang sambil berteriak. Ia meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman sangat berat kepada terdakwa Nurdin Abdullah.


"Gubernur yang korupsi tangkap saja. Jangan hanya bisa sembunyi," kata Azhari Setiawan, yang kemudian segera digiring petugas keluar ruang sidang.


Persidangan yang berlangsung secara hybrid dengan terdakwa Nurdin Abdullah berada di gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, mendapat pengawalan ketat aparat keamanan. Tim gabungan dari Polrestabes Makassar dan Polsek Ujung Pandang disiagakan di depan pintu masuk Pengadilan Negeri Makassar dengan bersenjata lengkap.


Vonis terhadap Nurdin Abdullah itu, lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. Sebelumnya, mantan Bupati Bulukumba, Sulsel itu, dituntut enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan. Nurdin dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp13 miliar terkait proyek di wilayah Sulawesi Selatan.


"Menuntut terdakwa Nurdin Abdullah pidana penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsidair enam bulan penjara," kata Jaksa Penuntut Umum Zainal Abidin di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (15/11/2021).


Dalam sidang pembacaan pleidoi, Selasa (23/11/2021), Nurdin Abdullah menyatakan tidak bersalah. Ia menyayangkan bawahannya, yakni mantan Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sulsel Sari Pudjiastuti dan mantan Sekdis PUTR Sulsel Eddy Rahmat (ER), karena telah menyalagunakan kepercayaannya. Kedua bawahannya itu sangat dipercayai sejak dia menjabat Bupati Bantaeng dua periode.


"Saya tidak menyangka bahwa kepercayaan saya bertahun-tahun disalahgunakan oleh mereka. Namun melalui pengadilan ini semua kesaksian para saksi membuka mata saya bahwa sistem di Pemprov Sulsel masih membutuhkan perbaikan," katanya lagi.


Karena itu, dalam nota pembelaannya, Nurdin Abdullah berharap bisa dibebaskan dan diperkenankan melanjutkan pembangunan di Sulsel. "Saya memohon kepada yang mulia majelis hakim sebagai pintu terakhir penjaga keadilan, mohon bebaskan saya dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum."


Melalui pleidoi pribadi tersebut, Nurdin Abdullah juga menyampaikan kerinduannya kepada masyarakat Sulsel. Ia berharap bisa kembali memimpin Sulsel dan menepati janjinya kepada masyarakat Sulsel. Karena merasa tidak bersalah, dan menjadi korban perbuatan bekas orang kepercayaannya itu, Nurdin meminta dibebaskan, agar bisa menuntaskan janji kampanyenya.


Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya, Senin siang, Edy Rahmat divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh majelis hakim PN Makassar. Majelis Hakim yang diketuai Ibrahim Palino, mengatakan, Edy Rahmat, terlibat dan berperan sebagai perantara suap antara terpidana Agung Sucipto kepada Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah.


Dalam pleidoi yang dibacakan pekan lalu, Edi mengaku hanya mengikuti perintah atasannya, yakni Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulsel saat itu. Karena itu, Edy Rahmat mengatakan, tak bisa menolak perintah dari atasannya itu. Dalam pledoi, Edy pun meminta dibebaskan.


Atas vonis empat tahun penjara itu, penasehat hukum terdakwa Edy Rahmat, Abdimanaf Mursaid, mengatakan, putusan hakim itu, bertentangan 100 persen dengan pledoi yang sudah dijelaskan tentang fakta pernyataan saksi dan apa yang sebenarnya di lapangan. “Itu 100 persen bertentangan dengan pledoi kami. Mestinya Edy bebas. Begitu.” ***