EmitenNews.com - Terjadi pelambatan dalam penerimaan pajak. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, perlambatan penerimaan pajak per Oktober 2025 disebabkan oleh restitusi atau pengembalian pajak yang melonjak signifikan sebesar 36,4 persen.

“Restitusi melonjak sekitar 36,4 persen, sehingga walaupun penerimaan pajak brutonya sudah mulai positif, penerimaan netonya masih mengalami penurunan,” kata Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

Secara nilai, restitusi pajak tercatat sebesar Rp340,52 triliun. Salah satunya berasal dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan Rp93,80 triliun. Nilai ini tumbuh 80 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Kemudian, dari pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri sebesar Rp238,86 triliun yang tumbuh 23,9 persen serta jenis pajak lainnya Rp7,87 triliun atau naik 65,7 persen.

Satu hal, meski restitusi menyebabkan perlambatan penerimaan pajak, Dirjen Bimo memastikan pengembalian pajak ini memiliki dampak positif terhadap perekonomian.

Restitusi itu artinya uang kembali ke masyarakat, sehingga dengan restitusi dan kas yang diterima oleh masyarakat, termasuk sektor swasta, tentu bertambah dan bisa meningkatkan aktivitas geliat perekonomian.

Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per akhir Oktober 2025 menunjukkan, realisasi penerimaan pajak neto mencapai Rp1.459,03 triliun atau setara 70,2 persen dari target.

Jika dirinci maka penerimaan PPh badan tercatat senilai Rp237,56 triliun, atau terkoreksi 9,6 persen year on year (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Kemudian, PPh orang pribadi dan PPh 21 tercatat senilai Rp191,66 triliun, atau terkoreksi 12,8 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Lalu, PPh final, PPh 22 dan PPh 26 tercatat senilai Rp275,57 triliun, atau terkoreksi 0,1 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Berikutnya, penerimaan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tercatat senilai Rp556,61 triliun, atau terkoreksi 10,3 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Penerimaan pajak lainnya tercatat senilai Rp197,61 triliun.

DJP sudah mengumpulkan Rp11,48 triliun dari para pengemplang pajak besar

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah mengumpulkan Rp11,48 triliun dari para pengemplang pajak besar. Bimo Wijayanto menyampaikan, capaian per 19 November tersebut sudah menunjukkan progres signifikan dalam upaya penagihan 200 wajib pajak dengan tunggakan terbesar.

"Ada kenaikan cukup signifikan di minggu terakhir ini, dari minggu kemarin lalu Jumat sampai hari Rabu (19/11/2025) sebesar Rp1,3 triliun. Jadi total Rp11,48 triliun," ujar Bimo Wijayanto dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2025 di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Seperti diketahui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, pemerintah menargetkan dapat mengantongi Rp50 triliun-Rp60 triliun dari 200 pengemplang pajak tersebut, dengan target tahun ini berada di angka Rp20 triliun.

Selain mengupayakan penyelesaian penagihan tahun ini, DJP mulai menyiapkan strategi untuk mengamankan penerimaan pajak pada 2026.

Hingga akhir 2025, DJP akan memaksimalkan seluruh cara yang tersedia, termasuk penggalian potensi perpajakan, pertukaran data internal dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta finalisasi data untuk audit dan penegakan hukum.