EmitenNews - Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres Nomor 19 Tahun 2021, yang mengambilalih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita bentukan mendiang Ibu Tien Soeharto, per 1 April 2021. Menteri Sekretaris Negara Pratikno, mengumumkan keputusan itu, Rabu (7/4/2021). "Presiden telah menerbitkan Perpres Nomor 19 Tahun 2021 tentang TMII yang di dalamnya mengatur penguasaan dan pengelolaan TMII oleh Setneg. Itu berarti berhenti pula pengelolaan yang selama 44 tahun oleh Yayasan Harapan Kita.”


Setelah keluarnya pemberitaan itu, media ramai-ramai memberitakan. Sebagian besar mengangkat judul bahwa yang diambilalih bukan saja pengelolaan TMII, tetapi juga penguasaannya. Apalagi papan pengumuman besar yang terpasang di depan pintu gerbang obyek wisata rakyat terbesar di Indonesia, bahkan disebut-sebut se-Asia Tenggara itu terpampang dengan jelas tertulis dengan huruf merah bahwa TMII dalam "Penguasaan dan Pengelolaan" Kemensetneg.


Dari judul berita dan papan pengumuman itu masyarakat pun segera menangkap pemahaman bahwa sejak dibangun pada 1972 dan diresmikan 1975, TMII berada dalam penguasaan Keluarga Cendana. Seluruh pemasukan dari pengelolaan obyek wisata yang terletak di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur ini selama 46 tahun masuk kantong keluarga mantan Presiden Soeharto. Apalagi pengelolaan TMII berada di tangan Yayasan Harapan Kita, pimpinan sang isteri, Ny. Tien Soeharto.


Ternyata banyak yang tidak tahu bahwa kesan itu keliru. Benar bahwa selama 46 tahun TMII dikelola oleh Yayasan Harapan Kita. Tapi sesungguhnya sudah sejak 34 tahun lalu seluruh aset TMII dihibahkan Yayasan ke Setneg, artinya sepenuhnya berada dalam "penguasaan" negara.


Fakta itu terungkap dari pemberitaan kantor berita nasional Antara pada 17 Juni 1987, yang sejak beberapa tahun lalu diposting di laman web Soeharto.co. Laman yang dikelola oleh Keluarga Cendana ini memang menyajikan hampir seluruh kegiatan kegiatan kenegaraan di masa Presiden RI kedua itu dari arsip dan dokumen pemberitaan media, bukan saja selama Soeharto berkuasa. Tapi bahkan sejak 1965, atau dua tahun sebelum ia diangkat sebagai Presiden oleh MPRS.


Dalam unggahan yang mengambil judul "Seluruh Proyek TMII Dihibahkan Pada Negara" itu Antara menulis lead bahwa Seluruh kompleks Taman Mini Indonesia lndah (TMll) yang terletak di Jakarta Timur hari Rabu diserahkan oleh Yayasan Harapan Kita kepada bangsa dan negara Republik Indonesia.


Penyerahan secara hibah ditandai dengan penandatanganan akta persembahan proyek TMII oleh Ibu Tien Soeharto selaku Ketua Umum Yayasan harapan Kita (YHK) dan Presiden Soeharto atas nama negara atau pemerintah RI di hadapan Notaris Koesbiono Sarmanhadi.


Acara yang berlangsung di Jalan Cendana 8 Jakarta hari Rabu itu disaksikan pula oleh Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono SH dan para pengurus YHK antara lain Dr. Ibnu Sutowo, Ny. Ali Moertopo, Ny. Sudjono Humardani, Ny. Muhono, Ny. Widya Latief dan Sampoerno.


"Dengan penyerahan tersebut maka segala keuntungan atau kerugian beban atas tanah serta seluruh bangunan TMII mulai sekarang untuk dan/atau menjadi tanggungan negara," tulis Antara.


TMII yang terkenal dengan paviliun daerah, taman burung dan teater Keong Emas itu berdiri di atas tanah 150 hektar lebih. Mulai dibangun sejak awal 1970-an oleh YHK dan diresmikan Presiden tahun 1975. Saat diberitakan, di kompleks itu sedang dibangun Museum Perminyakan dan Pertambangan, Museum Angkatan Bersenjata serta Museum Ilmu.


Presiden Soeharto mengatakan, dengan adanya pengalihan hak atas TMII itu maka inventarisasi seluruh kekayaan proyek tersebut akan dilakukan, di samping perubahan atas sertifikat tanahnya. Pengelola TMll, menurutnya masih tetap akan dilakukan YHK dengan suatu Keppres. Untuk itu Pemerintah akan membentuk suatu Badan Pengawas.


Ia mengharapkan pengelolaan taman tersebut dilakukan secara bisnis agar TMII bisa mandiri dan tidak perlu disubsidi Pemerintah. “Saya percaya masyarakat akan tetap membantu, sehingga pengelolaan TMII tidak membebani anggaran negara,” ujar Soeharto.


Dengan fakta ini memang menjadi pertanyaan, mengapa Perpres Nomor 19 Tahun 2021 tentang TMII masih menggunakan kata "dalam penguasaan" dan pengelolaan Kemensetneg. Apakah itu kesengajaan, atau ketidakcermatan Setneg dalam membuka arsip dokumen bahwa sesungguhnya sudah sejak 34 tahun lalu TMII memang berada dalam kekuasaan mereka.(*)