EmitenNews.com - Tiga hakim mahkamah konstitusi berpendapat berbeda, atau dissenting opinion dalam putusan sengketa hasil Pilpres 2024. Mereka Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, tidak sependapat dengan lima rekannya, yang memutuskan menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Dalam sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Senin (22/4/2024), lima dari delapan hakim MK yang menangani dan memutuskan sengketa hasil Pilpres 2024 itu, menyatakan menolak seluruh permohonan pemohon.

Mereka, yakni Suhartoyo, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani. 

Mereka menilai permohonan Anies-Muhaimin, dan Ganjar-Mahfud tidak beralasan menurut hukum.

Dari berbagai sumber yang dikumpulkan, bisa disebutkan, Dissenting Opinion adalah pendapat tertulis dari satu atau lebih dari hakim yang tidak sependapat dengan keputusan mayoritas dalam suatu perkara. 

Pendapat ini memuat argumen dan analisis hukum berbeda dari hakim mayoritas, menjelaskan mengapa mereka tidak setuju dengan kesimpulan yang diambil. Dissenting opinion memainkan peran dalam sistem peradilan seperti berikut ini.

  1. Memperkuat legalitas keputusan

Keberadaan dissenting opinion menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan di pengadilan transparan dan akuntabel. Masyarakat dapat melihat bahwa berbagai sudut pandang telah dipertimbangkan dengan seksama sebelum putusan terakhir diambil.

  1. Meningkatkan kualitas keputusan

Dissenting opinion mendorong hakim mayoritas untuk memperkuat argumen mereka dan mempertimbangkan kemungkinan interpretasi hukum yang berbeda. Hal ini dapat menghasilkan putusan yang lebih kuat dan tahan uji.

  1. Memicu diskusi yang sehat

Dissenting opinion membuka ruang untuk diskusi publik tentang isu-isu hukum yang lumayan kompleks. Masyarakat dapat terlibat dalam perdebatan yang konstruktif dan kritis tersebut, serta mendorong pengembangan hukum yang lebih baik.

Dissenting opinion menjadi salah satu elemen yang terdapat dalam sistem peradilan yang demokratis dan akuntabel. Masyarakat patut mendukung keberanian dan integritas mereka dalam menyuarakan pendapat berbeda, demi terciptanya sistem peradilan yang adil dan transparan.

Sepanjang sejarah sengketa pemilihan presiden di Indonesia, sejak 2004, baru dalam Pilpres 2024, terjadi dissenting opinion. Karena itu, anggota tim hukum Anies-Muhaimin, Bambang Widjojanto, mengatakan bahwa tiga hakim yang menyatakan dissenting opinion sedang menuliskan sejarah peradaban demokrasi di Indonesia.

“Hari ini ada tiga Hakim Konstitusi yang membuat dissenting opinion, maka Hakim Konstitusi ini sedang menulis sejarah peradaban demokrasi di Indonesia,” kata mantan Wakil Ketua KPK itu, usai sidang pengucapan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Senin.

Bambang Widjojanto bersama sejumlah anggota tim hukum Anies-Muhaimin, menggelar jumpa pers, usai pembacaan putusan oleh hakim MK itu, menyebutkan, para Hakim MK menuliskan sejarah karena tidak pernah ada dissenting opinion dalam sejarah sengketa Pilpres di Indonesia.

“Tidak pernah ada dalam sejarah sengketa Pilpres di Indonesia, ada dissenting opinion, baik itu di tahun 2004, 2009, 2019,” kata BW, demikian ia akrab disapa.

Dengan adanya dissenting opinion yang disampaikan mendukung beberapa dalil dalam permohonan yang mereka ajukan. Bambang mengutip pandangan Hakim Saldi Isra yang menyatakan perlu adanya pemungutan suara ulang di beberapa daerah yang dianggap telah terjadi ketidaknetralan aparat dan politisasi bansos.

Atas keputusan ketiga hakim yang seluruhnya berpredikat guru besar, atau profesor tersebut, Bambang Widjojanto memberikan apresiasi. “Salam takzim dari kami. Mahkamah Konstitusi marwahnya dijaga melalui proses dissenting opinion ini.” ***