EmitenNews.com -Eksekutif perusahaan pelayaran terkemuka asal Norwegia mengatakan bahwa Indonesia perlu mendukung penegakan supremasi hukum dan memastikan agar kontrak bisnis internasional dihormati, baik secara prinsip maupun praktik.

 

Dalam pernyataannya kepada Media, Kamis (10/8/2023 di Jakarta, Direktur Parbulk II AS (Parbulk), Christian Due, mengatakan bahwa Indonesia perlu menjaga kepercayaan dunia internasional dengan memastikan agar semua pengadilannya mendukung kemudahan berbisnis (ease of doing business) di Indonesia dan penegakan kontrak internasional, selain juga menegakkan putusan yang dijatuhkan oleh majelis arbitrase internasional dan pengadilan asing terhadap pihak Indonesia dimana tanpanya, investor asing berisiko enggan dalam berinvestasi di Indonesia. 

 

Pernyataan ini disampaikan oleh Christian Due terkait sengketa hukum Parbulk dengan PT Humpuss Intermoda Transportasi, Tbk (HITS) dan anak perusahaannya. “HITS dan anak perusahaannya sama sekali tidak menghormati putusan arbitrase dan putusan pengadilan di Inggris yang menyatakan mereka bersalah. Terdapat dugaan kuat bahwa HITS dan anak perusahaannya memanfaatkan keuntungan sebagai tuan rumah dalam perkara ini. Kecuali putusan arbitrase dan putusan pengadilan Inggris tersebut diakui dan ditegakkan di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, hal tersebut berisiko merusak kepercayaan dan keyakinan dunia internasional terhadap Indonesia serta mencegah entitas bisnis asing untuk mengadakan kontrak bisnis internasional dengan mitra usahanya yang berbasis di Indonesia”, ujar Due.

 

Due merupakan direktur perusahaan perkapalan asal Norwegia, Parbulk, yang didirikan oleh tiga perusahaan terkemuka dalam industri perkapalan di Norwegia. 

 

Sengketa hukum Parbulk timbul dari sebuah Surat Pernyataan Penanggungan yang telah ditandatangani oleh HITS untuk kepentingan Parbulk atas kewajiban anak perusahaannya, Heritage Maritime Ltd. S.A (Heritage), berdasarkan perjanjian sewa kapal Mahakam. 

 

Ketika Heritage gagal membayar kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sewa kapal tersebut dan melakukan wanprestasi lainnya seperti gagal mempertahankan asuransi yang memadai untuk Mahakam, mengganti manajer Mahakam tanpa persetujuan Parbulk dan gagal mengembalikan kapal Mahakam ke kondisi yang baik seperti sediakala dalam kurun waktu yang wajar, Parbulk sebagai pemilik kapal menuntut ganti rugi kepada Heritage dan juga HITS sebagai penjaminnya. 

 

Parbulk memulai tuntutan hukum terhadap Heritage dan HITS, sesuai dengan forum penyelesaian sengketa yang telah disepakati berdasarkan setiap kontrak. Parbulk berhasil mendapatkan putusan yang memenangkannya terhadap Heritage dari lembaga arbitrase London Maritime Arbitrators Association (LMAA) dan juga terhadap HITS dari High Court of England (Pengadilan Tinggi Inggris). Namun demikian, baik HITS maupun Heritage tidak menghormati putusan-putusan tersebut dan tetap tidak membayar Parbulk hingga saat ini. Sebagai akibat dari wanprestasi yang telah dilakukan oleh HITS, Parbulk mengalami kerugian sejumlah USD48.183.659,87.

 

Saat ini, Parbulk tengah mengajukan gugatan terhadap HITS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas wanprestasinya terhadap Surat Pernyataan Penanggungan dengan menjadikan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris sebagai dasarnya.

 

Proses Arbitrase terhadap Heritage. Pada 6 Agustus 2009, Parbulk mengajukan permohonan arbitrase terhadap Heritage sesuai dengan peraturan arbitrase LMAA yang berlaku. Pada 23 Desember 2010, majelis arbitrase ad hoc LMAA menjatuhkan Putusan Arbitrase Pertama dan memutuskan bahwa Heritage harus membayar kepada Parbulk sejumlah USD27.031.759,04.