EmitenNews.com - Pemerintah akan menghapus sanksi administratif sebesar 200 persen dari pajak yang dibayarkan, apabila wajib pajak mengungkapkan hartanya selama periode 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Demikian salah satu manfaat yang diberikan jika masyarakat mengikuti Program Pengungkapan Pajak Sukarela (PPS) atau Amnesti Pajak (Tax Amnesty) Jilid II.


Penghapusan sanksi administratif 200 persen itu, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.


"Wajib pajak yang mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Pengampunan Pajak." Demikian Pasal 4 aturan menteri keuangan tersebut.


Pasal 2 ayat 1: wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan, sehingga tidak dikenakan sanksi administratif.


Namun, penghapusan sanksi administratif hanya berlaku apabila Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama ini belum atau tidak menemukan data dan informasi mengenai harta tersebut.


Sebelumnya, Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menyebutkan, sanksi administratif perpajakan akan dikenakan sebesar 200 persen dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayarkan.


"Dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 persen dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar," tulis aturan tersebut.


Hal ini berlaku pada masa amnesti pajak yang diberlakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 2016.


Kendati demikian, wajib pajak masih akan dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 30 persen. Tidak hanya itu, sanksi administratif masih diberlakukan sesuai UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


"Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 persen sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak." Demikian undang-undang tersebut. ***