EmitenNews.com - Kinerja keuangan perusahaan rokok Golongan 1 merosot tajam pada kuartal I-2022. Sebaliknya, pabrikan rokok di bawah golongan 1 mampu membukukan kinerja baik. Hal tersebut didorong oleh beban cukai yang secara signifikan lebih rendah.


Menurut Founder & CEO Finvesol Consulting, Fendi Susiyanto, jika dibandingkan dengan kuartal I-2021, emiten rokok besar ini mengalami penurunan laba bersih yang signifikan akibat beban cukai yang melonjak.


PT Gudang Garam (GGRM) misalnya, mencatatkan penurunan laba bersih 38,5 persen menjadi Rp1,07 triliun sepanjang kuartal I-2022. Biaya cukai, PPN, dan Pajak Rokok Gudang Garam pada kuartal I-2022 tercatat Rp25,06 triliun atau naik 6,45 persen dibandingkan kuartal I-2021 sebesar Rp23,54 triliun.


Hal serupa juga dialami PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Kendati mencatatkan kenaikan penjualan sebesar 11,04 persen menjadi Rp23,58 triliun, laba bersih perusahaan di kuartal I-2022 tergerus 25,95 persen menjadi Rp1,91 triliun dibandingkan kuartal I-2021 sebesar Rp2,58 triliun.


Cukai dan pajak merupakan beban terbesar dari biaya pokok penjualan (COGS) perusahaan.


Tergerusnya laba bersih ini tak lepas dari beban cukai dan pajak rokok yang melonjak 26,96 persen menjadi Rp17,94 triliun dari Rp14,13 triliun pada periode yang sama tahun lalu.


"Kemerosotan profitabilitas emiten rokok kelas premium dipengaruhi sentimen negatif kenaikan tarif cukai hasil tembakau. Anjloknya laba GGRM dan HMSP dipengaruhi beban biaya operasional akibat kenaikan tarif cukai rata-rata 12 persen," kata Fendi Susiyanto dalam keterangan tertulis, Rabu (18/5/2022).


Dia melanjutkan, tergerusnya laba bersih emiten rokok Golongan 1 juga dipengaruhi peralihan konsumsi rokok dari produk rokok premium ke produk rokok yang lebih murah yang berada di Golongan 2 dan 3 akibat daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.


Pabrikan Golongan 2 dan 3 dalam posisi diuntungkan dengan selisih tarif sebesar 40 persen lebih rendah dari tarif cukai yang dibayar pabrikan Golongan 1 sehingga mereka mampu mempertahankan margin profitabilitasnya tanpa menaikkan harga jual.


Menurut Fendi, kondisi ini yang menjadi salah satu penyebab kinerja perusahaan rokok pada Golongan 2 dan 3 tidak mengalami penurunan secara signifikan, bahkan beberapa di antaranya cenderung positif.


Pada kuartal I-2022, laba bersih PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) hanya turun tipis 2,3 persen menjadi Rp37,68 miliar.


Laba bersih PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) bahkan naik signifikan hingga 116 persen menjadi Rp3,79 miliar.


Sementara itu, PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (IDX: RMBA) membukukan kinerja positif.


Sepanjang kuartal I/2022, untuk pertama kalinya perusahaan mampu membukukan laba bersih Rp4,29 miliar setelah bertahun-tahun merugi.


Tahun ini, Bentoel resmi turun ke Golongan 2 untuk keseluruhan portofolionya. Pada periode yang sama tahun lalu, RMBA membukukan rugi sebesar Rp 4,1 miliar.


“Bentoel tahun 2022 ini turun ke golongan 2 dan sedang proses delisting. Dengan turun ke golongan 2, COGS-nya tidak terlalu tinggi alias dapat menghemat kewajiban pembayaran cukai sebesar 40 persen. Ini menjadi kunci membalik kinerja Bentoel yang dalam beberapa tahun belakangan selalu merugi,” kata Fendi.


Berdasarkan laporan keuangan, beban cukai dan pajak Bentoel kuartal I/2022 tercatat hanya Rp 686,4 miliar, turun lebih dari 38 persen dibandingkan kuartal I/2021 sebesar Rp 1,11 triliun.