EmitenNews.com - Perbankan di Indonesia terlarang melayani transaksi aset kripto. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menegaskan, larangan itu terangkum  dalam UU Perbankan pasal 6. Intinya, tugas dan fungsi perbankan tidak boleh memperjualbelikan saham dan aset komoditi. Sedangkan di Indonesia, kripto dimaknai sebagai komoditi bukan kuarensi.


"Perbankan kita tidak boleh memperdagangkan komoditi dan kripto dipahami sebagai komodoti tidak boleh. Kalau kuarensi menurut Bank Indonesia hanya rupiah. Makanya perbankan tidak boleh jual-beli aset (kripto)," kata Wimboh Santoso di Jakarta, Senin (7/3/2022).


Menurut Wimboh Santoso, perbankan di Indonesia merupakan bank komersial, dengan dana yang terhimpun merupakan dana jangka pendek. Berbeda dengan perbankan di luar negeri, ada beberapa bank yang bersifatnya bank investasi.


Bank investasi memiliki napas panjang, bila terjadi spekulasi bank memiliki waktu lebih panjang untuk mengatasi atau mengembalikan keadaan. Karena itu, bisa digunakan sebagai transaksi jual-beli kripto. Jadi, di negara lain, tidak apa-apa melayani transaksi aset kripto. Karena, perbankannya bank investasi.


Di beberapa negara, kripto ada di bawah naungan platform pasar khusus yang diawasi secara khusus pula. Di Indonesia, yang sama tidak berlaku. Pasalnya, aset kripto bersifat underlying dan bentuknya virtual. Keuntungan aset imi hanya dari selisih harga jual beli.


Selain itu, menurut Wimboh Santoso, aset kripto merupakan komoditas global yang tergantung pada suplai dan demand. Karena itu, aset kripto bersifat spekulatif. Karena spekulatif, bank tidak boleh melakukan aksi spekulatif. ***