EmitenNews.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal mendorong pertumbuhan likuiditas transaksi Exchange Trade Fund (ETF). Oleh karena itu, BEI mengajak beberapa manajer investasi (MI) asing memasarkan reksa dana bursa atau ETF Indonesia pasar luar negeri.  

“Rencana ini untuk memperkenalkan produk investasi Indonesia, dan juga akan meningkatkan likuiditas transaksi saham,” tutur Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, di Jakarta, kemarin.

BEI telah menjajaki beberapa MI asing untuk meracik ETF berdasar indeks utama guna pasar luar negeri. ETF Indonesia, ditujukan kepada investor ritel Singapura, Hongkong, dan Korea Selatan. “Berbeda dengan investor asing institusi membuka rekening efek salah satu sekuritas, dan memilki strategi mitigasi resiko,” jelas dia.

Ada beberapa MI asing berminat menerbitkan ETF berdasar indeks IDX30, LQ45 atau indeks utama bursa lain. Di mana untuk indek, MI yang memilih. Namun, Jeffrey belum menyampaikan target penerbitan perdana ETF Indonesia luar negeri. Hanya, BEI sudah memegang MoU dengan bursa tempat peluncuran ETF Indonesia.  

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama BEI tengah membuat aturan untuk membentuk liquidity provider  saham. Liquidity provider sudah terbentuk saat ini baru sebatas untuk beberapa produk keuangan. Misalnya, waran terstruktur dan reksa dana Exchange-Trade Fund (ETF).

Sementara untuk produk saham, entitas tersebut belum ada. “Bagi saham-saham yang memang perlu untuk membuat suatu liquidity, kita buka kesempatan bagi anggota bursa untuk melakukan aktivitas sebagai liquidity provider,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi.

Inarno mengatakan kehadiran liquidity provider merupakan salah satu upaya untuk membuat pasar saham menjadi lebih bergeliat dan meningkatkan likuiditas.“Kita lihat perkembangan (pasar saham) cukup bagus, tetapi memang kita perlu terus meningkatkannya, baik dari sisi supply maupun sisi liquidity,” ucapnya.

Sementara kewenangan untuk merumuskan peraturan-peraturan teknis lebih lanjut diserahkan kepada Bursa Efek Indonesia untuk membuat.“Sebetulnya kita itu justru melihatnya kalau aturan dari OJK itu lebih kepada rambu-rambunya terhadap liquidity provider, apa yang menjadi persyaratan sebagai liquidity provider. Nah hal-hal yang lebih teknis tentunya ada di Bursa Efek Indonesia,” ujarnya. (*)