Berat Nian Beban Pekerja di Jabodetabek, Simak Kajian Pemerintah

Ilustrasi masyarakat memadati stasiun KA Manggarai pada jam pulang kerja. Dok. Merdeka.
EmitenNews.com - Berat nian beban para pekerja di kawasan Jabodetabek, dan sejumlah kota besar di Tanah Air. Biaya transportasi harian membebani mereka, terutama yang berpenghasilan setara Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sejumlah warga mengaku harus mengeluarkan ratusan ribu hingga lebih dari satu juta rupiah tiap bulan hanya untuk ongkos pergi-pulang ke tempat kerja.
Komponen biaya yang harus dikeluarkan lumayan banyak. Antara lain ongkos parkir sepeda motor, atau Ojol bagi yang tidak memiliki kendaraan untuk ke stasiun. Kemudian, KRL, lalu Ojol lagi untuk sampai ke tujuan, atau kantor. Begitu setiap hari pergi-pulang dalam lima hari sepekan.
Seorang warga Bogor, Ajeng, yang bekerja di Jakarta, mengaku menghabiskan sekitar Rp46.000 sampai Rp50.000 per hari untuk ongkos pulang-pergi (pp). “Biasanya parkir motor Rp5.000, KRL pp Rp10.000, sama ojol pp Rp31.000-Rp35.000.”
Warga lainnya, Intan (29) yang tinggal di Tapos, Depok, juga menghabiskan sekitar R83.000 per hari jika harus masuk kantornya di Jakarta. Kepada Kompas, ia bercerita harus ke LRT Harjamukti, kebetulan diantar suaminya. Dari Harjamukti ke LRT Dukuh Atas sekitar Rp40.000 pp. Terus naik ojol ke Patal Senayan juga sekitar Rp40.000 pp.
“Pulangnya kadang dijemput, kalo enggak naik busway dari Harjamukti Rp3.000,” tutur Intan. Dengan estimasi satu bulan 20 hari kerja, maka Intan bisa mengeluarkan ongkos transportasi sekira Rp1,6 juta per bulan.
Pilihan membawa kendaraan pribadi, dirasa bukan solusi alternatif yang lebih nyaman dari transportasi umum. Jemmy (30), warga Depok, yang mengendarai sepeda motor ke kantor, tetap harus merogoh kocek Rp650.000-Rp700.000 per bulan untuk bensin dan parkir. “Buat bensin seminggu Rp100.000. Sisanya buat parkir sekitar Rp12.000 sehari.”
Semua itu belum termasuk risiko biaya tak terduga, seperti servis kendaraan atau ban bocor di jalan.
Cerita para pekerja ini sejalan dengan data Kementerian Perhubungan dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat empat kota di Jabodetabek masuk daftar 10 kota dengan biaya transportasi tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan persentase dengan biaya hidup harian, Depok berada di peringkat pertama, Bekasi di peringkat dua, Bogor peringkat empat, serta Jakarta di peringkat enam secara nasional.
Depok: Rp 1.802.751 per bulan (16,32% dari biaya hidup harian) Bekasi: Rp1.918.142 per bulan (14,02% dari biaya hidup harian) Bogor: Rp1.235.613 per bulan (12,54% dari biaya hidup harian) Jakarta: Rp1.590.544 per bulan (11,82% dari biaya hidup harian).
Persentase pengeluaran transportasi di empat kota di Jabodetabek ini telah melebihi batas ideal yang direkomendasikan oleh Bank Dunia, yaitu 10 persen dari total biaya hidup.
Dalam keterangannya, Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda Kemenhub, Risal Wasal, menjelaskan bahwa ongkos mahal ini sebagian besar berasal dari biaya perjalanan awal atau first mile.
“Naik kereta mungkin hanya Rp3.500-Rp6.000, tapi ojol-nya bisa Rp25.000, parkir Rp10.000. Ini yang kami kaji,” ujar Risal Wasal.
Melihat kondisi di lapangan, dan kesulitan yang dialami, para pekerja berharap pemerintah memperbaiki integrasi antara transportasi pengumpan (seperti ojol, angkot, bus, dan lainnya) dengan moda utama seperti KRL, MRT atau LRT.
Pasalnya, tidak semua titik berangkat dan tujuan terutama wilayah perkantoran dan urban punya kemudahan akses yang sama. Harapan masyarakat pekerja, pemerintah memperluas jangkauan pengumpan dan diintegrasikan pengumpan ke transportasi umum yang utama.
Di luar itu, masyarakat berharap ada perbaikan fasilitas untuk kenyamanan di stasiun padat penumpang seperti Dukuh Atas dan Sudirman, yang kini dinilai terlalu penuh.
Pemerintah tengah mengkaji faktor-faktor yang membuat biaya perjalanan masyarakat menjadi mahal, khususnya di segmen perjalanan awal (first mile). Menurut Dirjen Risal Wasal, kajian ini penting agar Kementerian Perhubungan dapat merancang kebijakan yang menurunkan total pengeluaran transportasi masyarakat, baik untuk aktivitas bekerja, belanja, maupun rekreasi.
Related News

Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen, BPS Catat Faktor Pendorongnya

Kasus Penggelapan Dana Investasi eFishery, Polisi Tahan Gibran

Kejagung Sita Uang Tunai dan Lima Mobil Mewah Riza Chalid

Starlite dan CubMu Hadirkan Hiburan Digital Berkualitas dan Terjangkau

KPK: Praktik Korupsi Anak Usaha Pertamina, Akuisisi Sumur Minyak Gabon

Skema Titik Serah, Pupuk Subsidi Dijamin Sampai ke Tangan Petani