Beruntun 65 Bulan, BPS Catat Surplus Neraca Perdagangan Indonesia
Ilustrasi kontainer aktivitas ekspor-impor. Dok. Kementerian Keuangan.
EmitenNews.com - Neraca perdagangan Indonesia pada September 2025 surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat untung sebesar USD4,34 miliar, atau sekitar Rp72 triliun, dengan ekspor periode tersebut meningkat 11,41 persen secara tahunan (year on year/YoY). Surplus 65 bulan beruntun sejak Mei 2020 ini ditopang oleh surplus komoditas nonmigas yang mencapai USD5,99 miliar.
Dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (3/11/2025). Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini menjelaskan keuntungan dagang yang didapat Indonesia di periode ini merupakan hasil dari ekspor produk Indonesia sebanyak USD24,68 miliar, atau sekitar Rp411 triliun. Kemudian impor ke pasar domestik sebesar USD20,34 miliar atau sekitar Rp339 triliun,
"Nilai ekspor September 2025 mencapai USD24,68 miliar atau naik 11,41 persen dibanding September 2024. Utamanya didorong oleh peningkatan nilai ekspor nonmigas," katanya lagi.
Menurut BPS, surplus ini mengecil dibandingkan sebelumnya USD5,49 miliar. Pudji Ismartini menegaskan ini adalah surplus 65 bulan beruntun sejak Mei 2020. Surplus ini ditopang oleh surplus komoditas nonmigas yang mencapai USD5,99 miliar.
"Surplus ini ditopang oleh komoditas nonmigas USD5,99 miliar dengan komoditas adalah lemak dan minyak hewan-nabati, HS 27, serta besi HS 72," papar Pudji Ismartini, dalam rilis BPS, Senin (3/11/2025).
Kendati ditopang oleh komoditas nonmigas, namun pertumbuhan surplus komoditas nonmigas ini melambat sebesar 1,64% dibandingkan Agustus 2025.
Satu hal, dengan surplus beruntun ini, neraca perdagangan Indonesia Januari-September 2025 tercatat surplus USD33,48 miliar. Surplus ini berasal dari surplus sektor nonmigas USD47,20 miliar, sedangkan sektor migas defisit senilai USD13,72 miliar.
Penting dicatat negara penyumbang surplus Indonesia, di antaranya Amerika Serikat USD13,48 miliar, India USD10,45 miliar dan Filipina USD6,54 miliar.
Sedangkan negara yang menyumbang defisit pada neraca perdagangan RI, antara lain China USD15,60 miliar, Australia USD3,38 miliar dan Thailand USD14,11 miliar.
BPS mendata, berdasarkan kelompok barang, produk lemak dan minyak hewan/nabati yang tergabung dalam kode HS15, menjadi penyumbang terbesar surplus neraca dagang Indonesia.
Produk mesin dan peralatan mekanis, yang tergabung dalam kode HS84, menjadi kelompok barang yang menyumbang defisit terbesar.
“Impor dari Tiongkok didominasi oleh mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya,” ungkap Pudji Ismartini.
Tingginya impor produk mesin dan peralatan mekanis itu, disebabkan adanya permintaan untuk barang modal. Impor barang modal pun menempati peringkat pertama, dengan total nilai impor kumulatif hingga September mencapai USD35,9 miliar.
Kompas mencatat, neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat secara historis selalu surplus dalam satu dasawarsa terakhir hingga 2024. Nilai ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam selalu lebih besar dari impornya. ***
Related News
OJK Pastikan Patriot Bond Bisa Jadi Agunan Kredit, Cek Persyaratannya
Permintaan Domestik Terus Menguat, PMI Manufaktur Oktober Naik ke 51,2
Nilai Ekonomi Digital Indonesia Diproyeksikan USD360 Miliar di 2030
Harga Emas Antam Senin ini Turun Rp12.000 per Gram
Kemenperin Benarkan Banjir Impor pada Produk Hilir Tekstil
IFG Synergy Day 2025: Wujud Kolaborasi dan Semangat Melayani!





