Yohas menjelaskan progres pertumbuhan bisnis perhotelan disebabkan beberapa faktor, khususnya libur panjang Hari Raya Idul Fitri 1444H pada April lalu. Ditambah selepas pandemi Covid-19, Yohas menilai masyarakat menjadi lebih bergairah untuk memanfaatkan waktu liburan mereka.

 

Faktor lainnya disebutkan pada setiap anak usaha perhotelan, akan melakukan key initiative baru yaitu penambahan fasilitas dari setiap ruang yang tersedia untuk meningkatkan pendapatan selain okupansi kamar hotel. Seperti pengembangan lobby lounge yang dapat memberikan tambahan pendapatan yang signifikan dari sektor Food & Beverages.

 

“Serta meningkatkan perbaikan internal, dalam hal infrastruktur CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability) sebagai bentuk penyesuaian dalam kebutuhan layanan hotel yang telah diterapkan sejak pandemi dan terus kami jaga hingga saat ini,” ungkapnya.

 

Meski demikian, efek libur panjang tersebut juga memengaruhi kondisi usaha manufaktur. Sepanjang kuartal kedua, masyarakat lebih menahan belanja untuk kebutuhan membangun rumah dan cenderung belanja kebutuhan pangan demi mempersiapkan Lebaran.

 

Di samping itu, kelancaran pengiriman bahan baku juga terhambat efek masyarakat berlomba-lomba untuk mudik. Perseroan juga tertekan kenaikan harga gas untuk pembakaran keramik sehingga memicu lonjakan beban perseroan. Di sisi lain, kondisi geopolitik dan makroekonomi global serta nasional masih belum menentu juga memengaruhi kondisi sisi usaha manufaktur.

 

"Konsumsi masyarakat saat libur panjang Lebaran justru jarang yang membangun rumah melainkan memprioritaskan liburan ke sanak saudara atau destinasi wisata, sehingga pada kuartal kedua ini sektor usaha perhotelan yang mengalami peningkatan," ujar Yohas.