Cegah Monopoli, KPPU Minta Kebijakan Impor BBM Nonsubsidi Dievaluasi

Ilustrasi SPBU Shell. Dok. Tribunnews.
EmitenNews.com - Kebijakan pembatasan impor BBM nonsubsidi mendapat sorotan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kebijakan Kementerian ESDM itu, dinilai mempengaruhi kelangsungan operasional Badan Usaha (BU) swasta yang bergantung pada impor. KPPU memandang penting agar kebijakan terkait impor BBM nonsubsidi dievaluasi secara berkala, untuk iklim usaha yang seimbang bagi seluruh pelaku usaha.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, menyatakan hal tersebut dalam keterangannya yang dikutip Jumat (19/9/2025),
"Keterbatasan pasokan BBM nonsubsidi telah berdampak pada berkurangnya pilihan konsumen di pasar dan memengaruhi kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat maupun pelaku usaha," ujar Deswin Nur.
KPPU mengungkapkan hal tersebut berdasarkan hasil analisis atas kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral seperti tertuang dalam Surat Edaran Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025 tanggal 17 Juli 2025.
KPPU mengungkapkan, kebijakan Kementerian ESDM itu, mempengaruhi kelangsungan operasional Badan Usaha swasta yang bergantung pada impor. Kebijakan ini juga mengurangi pilihan konsumen atas produk BBM non-subsidi dan memperkuat dominasi pasar Pertamina.
"Keterbatasan pasokan BBM non-subsidi telah berdampak pada berkurangnya pilihan konsumen di pasar dan memengaruhi kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat maupun pelaku usaha," ujar Deswin Nur dalam siaran pers, Kamis (18/9/2025).
KPPU menekankan pentingnya kebijakan publik untuk memastikan kelancaran distribusi dan ketersediaan pasokan. Hal ini juga penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat. Dengan begitu, manfaat dari trend positif ini dapat dirasakan secara berkelanjutan.
Pembatasan impor berdampak pada tambahan volume impor bagi BU swasta yang berkisar antara 7.000-44.000 kiloliter. Sementara itu, PT Pertamina Patra Niaga memperoleh tambahan volume sekitar 613.000 kiloliter. Saat ini, pangsa pasar Pertamina Patra Niaga dalam segmen BBM non-subsidi mencapai sekitar 92,5 persen.
Sementara itu, pihak swasta hanya berada pada kisaran 1-3 persen. Dalam penilaian KPPU, kondisi ini menggambarkan struktur pasar yang masih sangat terkonsentrasi. Upaya menjaga keseimbangan persaingan usaha menjadi penting agar konsumen tetap memperoleh manfaat dari keberadaan berbagai pelaku usaha.
KPPU menganalisis kebijakan pembatasan impor ini menggunakan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU). DPKPU merupakan instrumen untuk menguji kesesuaian kebijakan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha.
Berdasarkan analisis DPKPU, KPPU menemukan bahwa kebijakan membatasi kenaikan volume impor sebesar 10 persen bertentangan dengan DPKPU angka 5 huruf b, yang terkait dengan pembatasan jumlah penjualan atau pasokan barang dan/atau jasa.
Adanya pengarahan agar BU swasta membeli pasokan dari kompetitor (PT Pertamina Patra Niaga) saat kehabisan stok juga berpotensi menimbulkan tantangan. Kebijakan impor BBM non-subsidi melalui satu pintu bersinggungan dengan DPKPU angka 6 huruf c, terkait penunjukan pemasok tertentu.
"Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan tantangan dalam menjaga iklim persaingan usaha yang sehat, antara lain berupa risiko pembatasan pasar, perbedaan harga dan pasokan, serta dominasi pelaku tertentu," kata Deswin Nur.
Kebijakan ini juga berdampak pada terbatasnya pemanfaatan infrastruktur oleh BU swasta. Hal ini dapat menimbulkan inefisiensi dan sinyal negatif bagi investasi baru di sektor hilir migas.
Oleh karena itu, penting agar kebijakan yang diambil memperhatikan keseimbangan antara stabilitas energi, efisiensi pasar, dan keberlanjutan iklim investasi. KPPU memandang penting agar kebijakan terkait impor BBM nonsubsidi dievaluasi secara berkala. Evaluasi ini diharapkan mendukung terciptanya iklim usaha yang seimbang bagi seluruh pelaku usaha.
"Dengan demikian, target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan Presiden RI dapat tercapai melalui peningkatan investasi dan peran serta BU swasta, selain melalui penguatan peran BUMN," katanya.
KPPU mendorong setiap kebijakan tetap selaras dengan berbagai indikator dalam DPKPU. Hal ini penting agar tujuan menjaga stabilitas energi dan neraca perdagangan migas dapat dicapai tanpa mengurangi prinsip persaingan usaha yang sehat maupun pilihan produk bagi konsumen. ***
Related News

Forum Dialog CAEXPO-CABIS 2025: Dorong Hilirisasi Sawit Indonesia

Keracunan Massal MBG Bertambah, Istana Minta Maaf dan Siap Evaluasi

Prabowo Perintahkan Danantara Bikin Prototipe PLTS Pedesaan

Taman Hutan Raya Mangrove Bali Diserobot, Ada Pabrik Milik WN Rusia

Percepat Energi Bersih, Pemerintah Siapkan PLTS 1 MW Tiap Desa

Usai Santap MBG, 250 Siswa di Sulteng Keracunan, Polisi Turun Tangan