EmitenNews.com - Dalam penilaian Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia (KBMI), formula kenaikan upah tahun 2026 yang baru diteken pemerintah tidak menjawab persoalan mendasar kesejahteraan buruh Indonesia. Kebijakan itu justru dianggap berpotensi memperparah ketimpangan dan disparitas upah antarwilayah, dan menjauhkan buruh dari kehidupan yang layak. Bagi Kementerian Ketenagakerjaan formula itulah yang terbaik.

“Formula [Inflasi + (PE x Alfa 0.5 – 0.9)] sesuai peraturan pemerintah yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto adalah formulasi kenaikan upah yang mengabaikan realitas objektif di lapangan,” kata Presiden KBMI Daeng Wahidin dalam keterangannya, Kamis (18/12/2025).

Daeng Wahidin mengungkapkan, biaya hidup buruh di berbagai daerah terus meningkat tajam, namun kenaikan upah yang ditetapkan tidak berbasis pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang riil dan mutakhir. Ia merinci kenaikan itu, mulai dari pangan, perumahan, transportasi, pendidikan, hingga Kesehatan. 

Bagi Daeng Wahidin lebih baik pemerintah mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menarasikan anak kalimat ‘dengan mempertimbangkan’, terutama jika formula tersebut tidak mampu mewujudkan upah layak nasional.

“Seharusnya pemerintah mengabaikan putusan tersebut dengan membuat formula baru yang lebih baik bagi kesejahteraan hidup buruh di seluruh Indonesia,” tegasnya.

Upah minimum tahun 2026 tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak, melainkan hanya menjaga buruh agar tetap berada di garis bertahan hidup. Kemudian, disparitas upah antar provinsi dan antar kabupaten/kota semakin lebar, tanpa adanya kebijakan korektif dari negara.

“Formula yang berlaku saat ini menjadikan upah sebagai variabel ekonomi semata, bukan sebagai hak dasar dan instrumen keadilan sosial. Negara kembali menempatkan buruh sebagai penyangga krisis, bukan sebagai subjek Pembangunan,” jelasnya.

Untuk itu, KBMI menuntut agar perubahan mendasar formula kenaikan upah diganti dengan menjadikan KHL 2025 ditambah proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2026 sebagai basis utama atau Pendapatan Domestik Bruto Nasional Perkapita Tahun 2025.

Lalu, standar upah layak nasional sebagai batas bawah yang adil dan manusiawi, serta kebijakan afirmatif untuk menutup kesenjangan upah antar wilayah. 

“Bukan membiarkannya atas nama kemampuan daerah dengan melibatkan APBN dalam bentuk Subsidi Upah Layak bagi pekerja,” katanya lagi.

Sudah melalui proses penyusunan panjang, dan menjadi rumusan terbaik

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan, Peraturan Pemerintah (PP) No 49/2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No 36/2021 tentang Pengupahan yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto pada hari Selasa (16/12/2026) sudah melalui proses penyusunan panjang. Ia menilai itu rumusan terbaik yang diberikan pemerintah setelah melalui sejumlah dialog.

Aturan pengupahan itu, sudah melalui proses dialog sosial, untuk menampung berbagai aspirasi. Dia berharap, PP Pengupahan itu dapat diterima buruh/ pekerja. 

"Prosesnya sudah panjang, kajian sudah kita lakukan. Kita sampaikan kepada Presiden. Presiden juga dengar kebutuhan. Beliau menetapkan bahwa alfa 0,5-0,9. Dokumen PP sudah kami sebarluaskan," katanya di Jakarta, Kamis (18/12/2025). 

Menurut Yassierli itu rumusan terbaik yang sudah diputuskan. “Semoga teman-teman buruh dan pekerja bisa menerima ini. Karena kesejahteraan dan perlindungan sosial serta industri teman teman buruh bisa tetap dipertahankan."

Menaker menyebutkan, kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo selama setahun terakhir, mengutamakan kesejahteraan buruh. Karena itu, imbuh penetapan aturan pengupahan sudah tentu memuat aspirasi untuk kesejahteraan buruh. 

Setahun lebih ini pemerintah menunjukkan keberpihakan kepada buruh. Tahun lalu, upah naik 6,5%, dan ada bonus hari raya dan manfaat pengemudi dan kurir online.Kemudian, saat May Day 2025 Presiden datang langsung, bersama Menteri Perumahan dan Permukiman memberi subsidi rumah, regulasi JKP yang di-PHK dapat upah, bantuan BSU kepada 15 juta pekerja.