EmitenNews.com - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) tetap dengan tuntutannya. Mereka akan tetap menggelar aksi mogok kerja esok, Rabu (29/12/2021) hingga 7 Januari 2021, jika tuntutan tidak dipenuhi. Mereka kini menunggu hasil dialog antara serikat pekerja dengan manajemen yang diinisiasi Kementerian Ketenagakerjaan. Jika dialog buntu, mogok kerja pasti digelar.


Kepada pers, Selasa (28/12/2021), Kepala Bidang Media FSPPB Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, kepastian mogok kerja masih menunggu sejumlah pihak yang masih berdialog. Dialog bakal membahas hal-hal yang sebelumnya didapat dari hasil komunikasi bersama pada Rabu (22/12/2021).


"Masih terus dilakukan dialog sampai hari ini. Sekiranya sebelum tanggal tersebut atau ketika pelaksanaan aksi mogok kerja, pihak manajemen atau Kementerian BUMN mendengarkan alasan kami, pastinya itu merupakan alasan tepat untuk mengakhiri aksi industrial," ujar Kepala Bidang Media FSPPB Marcellus Hakeng Jayawibawa.


Sejauh ini, Hakeng belum bisa membagi hasil dialog sementara antara serikat pekerja dan manajemen. Ia beralasan, dialog kembali dimulai. Hasil dari dialog itu belum pasti.


Apabila tidak ada kesepakatan, serikat pekerja akan tetap menggelar aksi mogok kerja sesuai pengumuman yang telah dibagi ke publik, yaitu mulai 29 Desember hingga 7 Januari 2022. Ini sekaligus meluruskan bahwa mogok kerja hanya dilakukan dua kali pada tanggal tersebut.


FSPPB berencana menggelar aksi mogok kerja, karena hubungan industrial antara serikat pekerja dan manajemen tidak harmonis. Kondisi tersebut terjadi di BUMN migas sejak era kepemimpinan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Serikat pekerja ingin menggelar mogok kerja sekaligus mendesak Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Nicke Widyawati dari jabatan Dirut.


"Intinya masalah utamanya, tidak harmonis (antara buruh dengan manajemen), baru masalah ikutannya adalah pencopotan itu," ucap Hakeng.


Kemnaker kemudian memediasi kedua belah pihak, pekan lalu. Hasilnya, konsultasi dan komunikasi antarpihak dianggap belum optimal. Selanjutnya, persoalan upah perlu dikomunikasikan lagi. Begitu juga dengan masalah insentif sesuai perjanjian kerja bersama (PKB). ***