Dalam cuitannya, Denny menduga, putusan sistem pemilu itu akan terdapat perbedaan pendapat hakim konstitusi atau dissenting opinion. Komposisinya, berbanding enam dan tiga dari sembilan hakim konstitusi. "Info tersebut menyatakan, komposisi putusan enam berbanding tiga dissenting."

 

Kepada pers, Denny Indrayana mengatakan, sumber informasi yang diperolehnya itu, dipastikan bisa dipertanggungjawabkan kredibilitasnya. Meski begitu, ahli hukum yang kini berprofesi sebagai advokat itu, enggan membocorkan informannya. Ia memastikan, sumbernya bukan dari hakim konstitusi, dan dia jamin kredibilitasnya.

 

Dengan sistem pemilu proporsional tertutup, menurut Denny Indryana, sistem pemilu akan kembali ke zaman orde baru. Masyarakat sebagai pemilih hanya ditawarkan gambar parpol. "Kita kembali ke sistem pemilu Orba, otoritarian dan koruptif."

 

Mahkamah Konstitusi telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

 

Sedikitnya ada enam orang yang menjadi pemohon: Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

 

MK sudah menyidangkan uji materi itu, dan tinggal mengumumkan hasilnya kepada khalayak ramai. Itulah yang kini ditunggu banyak pihak, terutama pada peserta pemilihan umum 2024.

 

Sejauh ini, delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup: Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP dan PKS. Satu-satunya fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup yakni PDI Perjuangan. ***