EmitenNews.com - Jangan terkecoh dengan gelaran crazy rich. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga orang-orang kaya, yang kerap disebut crazy rich itu, melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan crazy rich asal Medan, Indra Kesuma alias Indra Kenz sebagai tersangka kasus investasi bodong, dan TPPU. Seorang lagi Doni Salmanan dilaporkan ke polisi oleh korbannya.


Dalam keterangannya yang dikutip Senin (7/3/2022), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, mereka yang kerap dijuluki crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dari investasi bodong dengan skema Ponzi.


Analisis PPATK terhadap dugaan penipuan dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal ditemukan adanya transaksi pembelian aset mewah. Di antaranya, berupa kendaraan, rumah, perhiasan, dan aset lainnya yang wajib dilaporkan penyedia barang dan jasa (PBJ) sebagai pihak pelapor kepada PPATK, tapi dalam pelaksanaannya tidak dilaporkan kepada PPATK.


Menurut Ivan Yustiavandana, dugaan crazy rich itu melakukan penipuan semakin menguat. Tak hanya dari deteksi aliran dana investasi bodong yang dijalaninya, namun juga nampak dari kepemilikan berbagai barang mewah yang ternyata belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa tempat mereka membeli.


"Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan laporan transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang telah diatur dalam peraturan PPATK," katanya.


Berbagai jenis laporan yang telah diatur oleh negara, peran pihak pelapor PPATK sangatlah penting dan krusial, tak terkecuali penyedia barang dan jasa.


Pihak pelapor, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara tegas pengenaan sanksi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.


Setiap laporan yang disampaikan merupakan informasi yang memiliki cerita dan makna penting dalam membantu menelusuri aliran dana dalam hasil analisis dan informasi intelijen keuangan lainnya kepada para penyidik untuk diungkapkan.


Bukan sekadar tentang melaporkan, namun yang sangat penting, melaksanakan komitmen bersama dari setiap stakeholder dalam membangun rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT).


Sepanjang 2021, PPATK telah menerima 47.587 laporan transaksi dari penyedia barang dan jasa (PBJ) yang telah terdaftar. Terjadi peningkatan 126,5 persen secara year on year. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa partisipasi pihak pelapor PBJ meningkat dalam melaporkan transaksi sebagaimana telah diatur oleh peraturan.


Peningkatan laporan menunjukkan kesadaran PBJ tentang pentingnya penerapan prinsip mengenali pengguna jasa atau para pelanggan yang melakukan transaksi.


Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT), penyedia barang dan jasa/lainnya (PBJ) merupakan pihak pelapor yang wajib menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK.


Ini prinsip dasar pencegahan dan pemberantasan TPPU-PT yang menjadi international best practices sebagaimana juga tertuang dalam rekomendasi financial action task force (FATF) sebagai salah satu upaya menjaga integritas sistem keuangan Indonesia dan perlindungan publik terhadap tindak kriminal. ***