EmitenNews.com - Waduh. PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mencatatkan penurunan laba bersih yang signifikan di semester I-2022. Berdasarkan laporan keuangan perseroan periode Juni 2022, laba bersih yang dapat diatribusikan untuk entitas induk mencapai Rp3,31 triliun. Angka ini juga turun 78 persen dari periode yang sama tahun lalu, ketika itu perseroan mencatatkan laba Rp15,28 triliun.


Penurunan laba perusahaan milik Sandiaga Uno, dan Edwin Soeryadjaya itu, tak lepas dari kerugian Rp 250 miliar periode April-Juni 2022. Salah satu faktor penyebab penurunan signifikan tersebut adalah tergerusnya pendapatan neto atas investasi saham dan efek ekuitas lainnya. Pada pos pendapatan neto atas investasi saham dan efek ekuitas lainnya, SRTG mencatatkan pendapatan sebesar Rp2,71 triliun turun 81% dari Rp 14,49 triliun yang berhasil dibukukan pada Juni 2021.


Sebagai perusahaan holding investasi yang menempatkan uangnya di perusahaan portofolio, penurunan ini disebabkan karena pergerakan saham dari investee yang dimiliki. Secara detail, keuntungan neto pada pos tersebut disumbang dari segmen saham blue chip hanya Rp3,45 triliun, padahal sebelumnya Rp13,30 triliun.


Perusahaan yang dikategorikan sebagai blue chip oleh SRTG adalah PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).


Dari ketiga perusahaan tersebut, hanya saham ADRO saja yang tercatat menguat 20,68% di semester I-2022. Saham MDKA dan TBIG masing-masing melemah 1,21% dan 3,61%. Untuk kasus kepemilikan saham di ADRO, memang tidak ada perubahan. Namun perubahan kepemilikan saham terjadi pada emiten MDKA dan TBIG.


Per akhir Desember 2021, SRTG tercatat menggenggam 18,29% saham MDKA secara langsung. Sementara itu pada Juni 2022, kepemilikan SRTG di MDKA susut menjadi 16,89%. Artinya ada sebagian saham yang dilepas atau didivestasikan oleh SRTG.


Sementara itu kepemilikan SRTG secara tidak langsung di TBIG lewat anak usahanya yaitu PT Wahana Anugerah Sejahtera susut menjadi 9,26% saja padahal per akhir Desember 2021 masih 34,23%.


Namun di sisi lain, kepemilikan tidak langsung SRTG di TBIG lewat Bersama Digital Infrastructure Asia Pte Ltd (BDIA) naik menjadi 35,17% padahal sebelumnya tidak ada sama sekali.


Satu hal, kenaikan harga saham ADRO & MDKA untuk periode Jan-Juni 2022 juga tidak setinggi apresiasi yang dicatatkan pada Jan-Juni 2021, sehingga wajar saja jika keuntungan neto bersihnya tidak setinggi tahun lalu.


Namun di sisi lain pendapatan dividen, bunga dan investasi secara tahunan melonjak pesat dari Rp 870 miliar menjadi Rp 1,38 triliun per semester I 2022. Artinya ada kenaikan 58,6% secara tahunan.


SRTG merupakan perusahaan dengan model bisnis investasi. Perseroan tidak secara langsung dapat mengakses arus kas anak usahanya, sehingga yang patut dipertimbangkan investor adalah dari setoran dividen ini yang lebih penting bukan hanya dari kenaikan atau penurunan harga saham anak usahanya saja. ***