Emiten Prajogo Pangestu (BREN) Siap Akuisisi Sidrap, Pembangkit Listrik Tenaga Angin

PT Barito Wind Energy siap mengakuisisi PT UPC Sidrap Bayu Energy (Sidrap). dok. Bisnis.
EmitenNews.com - PT Barito Wind Energy, anak perusahaan Barito Renewables, (BREN) milik Prajogo Pangesto siap mengakuisisi PT UPC Sidrap Bayu Energy (Sidrap). Barito telah mencapai kesepakatan prinsip (in-principle) hari ini, Jumat (8/12/2023), dengan UPC Renewables Asia Pacific Holdings Pte. Ltd dan ACEN Renewables Pte. Ltd, membuka jalan untuk akuisisi 100% saham PT UPC Sidrap Bayu Energy (Sidrap).
Terletak di Sulawesi Selatan, Sidrap adalah pembangkit listrik tenaga angin pertama di Indonesia, dengan kapasitas 75 MW.
Sebagai bagian dari langkah strategis ini, akuisisi juga akan mencakup PT Operation and Maintenance Indonesia (OMI), yang memainkan peran penting dalam mendukung kegiatan operasional Sidrap.
CEO Barito Renewables, Hendra Tan, mengaku sangat senang mengumumkan kesepakatan in-principle akuisisi strategis ini. Hal ini menandai awal dari jejak langkah perseroan di bidang energi terbarukan selain panas bumi yang telah menjadi bagian integral dari portofolio kami selama puluhan tahun.
“Barito Renewables bertekad mendukung perjalanan Indonesia menuju pencapaian net-zero dan menyediakan energi bersih baik di dalam Indonesia maupun di luar," katanya.
Seperti diketahui Barito Renewables juga pemilik dari Star Energy Geothermal yang mengoperasikan unit Wayang Windu, Salak, dan Darajat, di Jawa Barat dengan total kapasitas terpasang 886 MW.
Langkah signifikan ini menegaskan komitmen Barito Renewables untuk mendorong solusi energi berkelanjutan dan berkontribusi pada lanskap energi terbarukan Indonesia. ***
Related News

Usai Meroket 500% dari FCA, Emiten Karoseri Keluarkan Pengumuman Ini

LOPI Resmi Caplok 70% Saham Bisnis Outsourcing, Ini Tujuannya

Tiga Saham Keluar dari FCA Usai Lonjakan Harga

4 Saham Terbang Ratusan Persen Dikunci BEI, Satu Mau Ganti Pengendali

SMKM Ungkap Investor Singapura Bakal Jadi Pengendali Baru

Tarik Fasilitas USD70 Juta, Ini Alasan ELSA