EmitenNews.com - Kebijakan pemerintah menyangkut syarat perjalanan tidak konsisten karena selalu berubah-ubah. Setidaknya, itu terkait dalam penggunaan tes tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Meski begitu, Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengapresiasi pemerintah yang mencabut kebijakan wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan darat.


Dalam keterangannya kepada per, yang dikutip Rabu (3/11/2021), Dicky Budiman menyebutkan, keputusan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah mendengar masukan berbagai pihak, termasuk keluhan masyarakat. Itu yang bisa diapresiasi, meski tetap ada plus minusnya.


Berdasarkan panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO), pelaku perjalanan domestik termasuk internasional tidak bisa dikategorikan sebagai terduga kasus Covid-19. Karena itu, pelaku perjalanan yang sudah divaksinasi penuh, bukan berstatus kontak erat dengan Covid-19, tidak diprioritaskan untuk melakukan tes PCR.


Dicky Budiman menyarankan pemerintah menentukan strategi yang tepat untuk melindungi kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Misalnya, cukup mewajibkan vaksinasi bagi pelaku perjalanan dan membatasi kapasitas transportasi.


Menurut dia, jika vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah melebihi 70 persen atau 80 persen dari total penduduk, maka syarat rapid test antigen bagi pelaku perjalanan mungkin tidak diperlukan lagi. Bahkan, tes PCR mungkin cukup digunakan di fasilitas kesehatan atau untuk program kesehatan masyarakat saja, dan harus gratis, alias ditanggung pemerintah.


Bagi pengamat kebijakan publik, Trubus Radiansyah kebijakan pemerintah terkait syarat perjalanan di tengah pandemi Covid-19 tidak melalui perencanaan matang. Akibatnya kebijakan yang dibuat kemudian diubah dalam waktu singkat. Tak hanya itu, ia menilai kebijakan tersebut banyak dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu. Kelompok yang dimaksud yakni 3P, Pejabat, Pengusaha, dan Politisi.


"3P itu sering mempengaruhi kebijakan penanganan Covid-19 dan di situ selalu berdalih tingkat penularan kasus Covid-19," katanya.


Menurut Trubus, lembaga dan kementerian berlomba-lomba membuat kebijakan syarat perjalanan di tengah pandemi Covid-19. Sehingga wajar saja, setiap kebijakan saling tumpang tindih. "Jadi seharusnya kebijakan itu kolaboratif tapi ini malah berkompetisi, mencari popularitas masing-masing.” ***