EmitenNews.com - Presiden Joko Widodo berani menolak menandatangani kesepakatan rantai pasok (supply chain) bahan baku pertambangan dengan beberapa negara. Penolakan itu terjadi saat pelaksanaan forum kerja sama multilateral G20 di Roma dan COP26 di Glasgow belum lama ini. Alasan Presiden menolak menandatangani kesepakatan supply chain tersebut karena Indonesia dituntut untuk mengirimkan bahan baku pertambangan sebanyak mungkin kepada sejumlah negara.


Seperti dikutip Senin (29/11/2021), Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan hal tersebut. "Bapak Presiden tidak mau tanda tangan di G20 waktu mengenai supply chain, bahwa salah satunya kita ditekan hanya membuka industri pertambangan kita itu harus dikirim sebanyak-banyaknya ke negara lain."


Pemerintah memandang, ekspor bahan baku pertambangan hanya akan menumbuhkan ekonomi negara lain. Meski mengaku tidak antiasing, namun sumber daya alam (SDA) menurut Erick Thohir, harus dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dalam negeri. "Kita tidak antiasing, tetapi sudah sewajarnya sumber daya alam kita dipakai untuk pertumbuhan ekonomi kita sebesar-besarnya. Market kita harus dipakai untuk pertumbuhan ekonomi bangsa sebesar-besarnya."


Indonesia memiliki komitmen besar terhadap transformasi ekonomi hijau (green ekonomi) bagi dunia. Karena lingkungan hidup menjadi masa depan bagi generasi akan datang yang harus dijaga. Sebaliknya, bila program ekonomi hijau yang kerap digaungkan banyak negara di dunia dan dinilai hanya menguntungkan negara tertentu, pemerintah dengan tegas akan menolaknya.


"Kalau green ekonomi ini disusupi untuk kepentingan supaya kita tidak jadi negara maju, itu sesuatu yang harus kita tolak," ujarnya.


Sebelumnya Presiden Jokowi menyatakan Indonesia tidak takut digugat ke World Trade Organization (WTO) alias Organisasi Perdagangan Dunia karena tidak mau lagi mengekspor sumber daya alam. Indonesia ingin melakukan hilirisasi bahan-bahan mentah di dalam negeri.


Presiden menyatakan bahwa Indonesia tidak boleh lagi mengekspor bahan mentah. Semua harus diekspor dalam bentuk barang setengah jadi ataupun barang jadi demi adanya nilai tambahan (value added). Menurutnya satu komoditas, dua komoditas, tiga komoditas, empat komoditas, dan seterusnya, bayangkan jika semuanya diindustrialisasikan, dihilirisasikan di Indonesia.


"Meskipun Indonesia sedang digugat di WTO, enggak masalah. Saya sampaikan kemarin waktu di G20, dengan EU maupun dengan negara-negara di Eropa, kita ini tidak ingin mengganggu kegiatan produksi mereka kok, silakan, kita ini terbuka, tidak tertutup," ungkap Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) secara virtual di Jakarta.


Jokowi menyampaikan soal keputusannya yang tidak boleh lagi mengekspor bahan baku nikel. Ia mempersilahkan asing menginginkan nikel, silakan datang membawa pabriknya, industrinya, dan teknologi ke Indonesia. Tidak perlu mengolahnya menjadi barang jadi, menjadi barang setengah jadi juga sudah cukup.


“Nanti baterainya dikerjakan di sana silakan. Pabrik mobilnya listriknya di sana silakan. Tapi lebih baik kalau semuanya dikerjakan di sini, di Indonesia. Akan lebih efisien. Saya sampaikan apa adanya. Artinya kita enggak tertutup. Beda kalau kita tertutup, orang lain ga boleh masuk. Ini boleh kok,” tegas Presiden Jokowi. ***