EmitenNews.com—Hmmm, disinilah letak perkara PT.Global Medcom dengan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBNI) BNI, dimana BNI selalu melakukan pembenaran bukan mengungkap kebenaran.


PT.Global Medcom melalui kuasa hukumnya Riki Rikardo menanggapi Pernyataan Mucharom sebagai Corporate Secretary Bank BNI. 


Memang benar ada keterkaitan antara PT.Global Medcom dengan BNI dalam hal pendanaan proyek Global Medcom, tapi itu semua hanya isapan jempol dan tipu muslihat, karena memang faktanya demikian.


Dalam keterangannya Riki Rikardo tidak menampik juga bahwa kliennya PT. Global Medcom mendapat pekerjaan/proyek dari bouwheer, yang kemudian PT.Global Medcom melakukan Penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) kepada PT.Ramaldi Praja Sentosa (PT.RPS) untuk mengerjakan suatu proyek tahun 2014.


Pada tahun 2013, PT.Global Medcom memenangkan tender dan ada Nasabah BNI yaitu PT.RPS menawarkan kerjasama dengan Global Medcom secara operasional bukan finansial. Ya kebetulan, PT.Global Medcom juga Nasabah BNI tetapi hanya sebatas hubungan rekening Giro. 


Atas tawaran PT.RPS tersebut, Global Medcom mencoba bekerjasama dengan PT.RPS dan kerjasama tersebut hanya sebatas lisan akan tetapi tidak ada masalah dan masing-masing mendapatkan porsinya. Namun rupanya, PT.RPS mendapatkan Fasilitas Kredit 24M dari BNI Kramat JMM Jakarta Timur untuk Proyek ini. Padahal semua pembiayaan untuk proyek ini (tahun 2013) di lakukan oleh PT.Global Medcom.


Pada tahun 2014, Global Medcom kembali memenangkan tender dan PT.RPS meminta kepada PT.Global Medcom untuk bekerjasama secara operasional dan financial dan PT.RPS menyodorkan surat Perjanjian Kerjasama (PKS) dibawah tangan, tanpa pikir panjang PT.Global Medcom menandatangani Perjanjian yang dibuat PT.RPS tersebut.


Disini pada akhir tahun 2014, BNI Kramat JMM Jakarta Timur kembali mengucurkan Fasilitas Kredit Tambahan sebesar Rp. 5 milyar kepada PT.RPS tanpa sepengentahuan PT.Global Medcom. Anehnya juga BNI tidak melakukan konfirmasi kepada PT.Global Medcom validitas/keberlakuan Perjanjian PKS dimaksud. Pada Perjanjian PKS dibawah tangan tersebut yaitu Pasal 4 ada yang diharapkan PT RPS dari Global Medcom akan tetapi Global Medcom tidak dapat mengabulkannya.


Pasal 4 tersebut berbunyi : “Pihak Pertama (PT.Global Medcom) diharapkan membuka rekening di Bank BNI sehubungan dengan pelaksanaan "PROYEK" atas nama Pihak Pertama (PT.Global Medcom), karena penyaluran dari pihak pemberi kerja atas nama Pihak Pertama (PT.Global Medcom) dan tersebut sepenuhnya menjadi milik Pihak Kedua (PT.RPS) untuk memindahbukukan rekening tersebut atas persetujuan Bank BNI karena "PROYEK" dibiayai oleh Bank BNI Sentra Kredit Menengah (JMM). Maka segala sesuatu mengenai kewajiban yang menyangkut masalah keuangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak kedua (PT.RPS). Termasuk tetapi tidak terbatas pada kewajiban melunasi hutang dan segala biaya yang timbul dari pembiayaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pihak Kedua (PT.RPS).


Nah, Pasal 4 Perjanjian inilah yang menjadi permasalah dan BNI mencampuri dan mengintervensi Perjanian antara PT.Global Medcom dengan PT.RPS.


Permasalahannya menurut sang kuasa hukum adalah BNI melakukan pendebetan sejumlah dana dari rekening PT.Global Medcom dan pemindahbukuan sejumlah dana ke rekening PT.RPS atas dasar surat permohonan pemindahbukuan dari PT.RPS.


Sebelum mendebet/memindahhbukuan sejumlah dana tersebut, BNI sudah terlebih dahulu mengubah rekening Giro PT.Global Medcom menjadi Escrow dan memblokir rekening PT.Global Medcom.


Oleh karena itulah PT.Global Medcom mencari keadilan melalui pengadilan dan yang berwajib karena PT.Global Medcom sudah sangat berusaha supaya dapat diselesaikan BNI secara musyawarah untuk mufakat akan tetapi selalu menemui jalan buntu selama 6 (enam) tahun lebih.


Terkait dengan dokumen Surat Kuasa dan surat Standing Instruction tanggal 11 Februari 2016 yang dikatakan pihak BNI adalah cacat hukum, klien kami tidak pernah memberikan surat tersebut kepada BNI dan Perjanjian PKS tidak berlaku. Kami sudah lihat kedua surat tersebut dalam pembuktian yang isinya saling bertentangan dan dalam surat tersebut tidak ada ketentuan BNI menerima kuasa dan perintah dari PT.Global Medcom untuk melakukan pemblokiran, Pengubahan tipe rekening, melakukan transfer/pemindahbukuan, dan membocorkan dana dan simpanan PT.Global Medcom kepada PT.RPS akan tetapi perbuatan tersebut dilakukan BNI terhadap rekening Giro milik PT.Global Medcom.


Riki Ricardo menambahkan kalau BNI mau jujur, BNI tidak membiayai proyek PT.Global Medcom melalui PT.RPS karena ada pihak ketiga (partner PT.RPS) yang menuntut PT.Global Medcom, baik secara Perdata maupun Pidana akibat dari perbuatan BNI dan PT.RPS, dimana PT.RPS tidak bertanggungjawab membayar hutangnya kepada pihak ketiga sebesar 3 Juta USDollar yang timbul dari pembiayaan Perjanjian dibawah tangan antara PT.Global Medcom dan PT. RPS.


Kemudian kalau dilihat dari cara BNI mengubah rekening PT.Global Medcom dan memblokir rekening PT.Global Medcom dengan alasan fasiltas kredit untuk pembiayaan Proyek PT.Global Medcom akan tetapi BNI memindahbukukan ke rekening PT.RPS, ada indikasi “Perbuatan Moral Hazard”, dimana BNI mengatakan untuk kepentingan korporasi BNI akan tetapi perbuatannya menguntung PT.RPS dan merugikan PT.Global Medcom dan merugikan BNI secara korporasi.


Bahkan Riki mempertanyakan apakah BNI tahu PT.RPS pernah mengajukan permohonan pailit ? Salah satu alasan PT.RPS mengajukan permohonan pailit adalah karena PT.RPS tidak sanggup membayar hutangnya kepada BNI sebesar Rp.24 miliar dan hutang tersebut timbul karena alasan PT.RPS untuk pembiayaan Proyek PT.Global Medcom dari BNI melalui PT.RPS akan tetapi fasilitas pinjaman tersebut tidak kesampaian atau tidak benar untuk membiayai proyek Global Medcom.