EmitenNews.com - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2025), menghukum tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2020. Vonis pidana penjara untuk mereka selama 3 tahun sampai dengan 11 tahun dan 6 bulan. Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp319,69 miliar.

Ketiga terdakwa dimaksud, yakni mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana yang divonis 3 tahun penjara, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik selama 11 tahun penjara. Kemudian,Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo selama 11 tahun dan 6 bulan penjara.

"Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Syofia Marliyanti dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Majelis Hakim menyatakan, akibat perbuatan korupsi para terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp319,69 miliar.

Menurut hakim, dari kerugian negara karena korupsi tersebut, Ahmad dan Satrio menerima masing-masing uang senilai Rp224,19 miliar dan Rp59,98 miliar, sedangkan Budi tidak menerima aliran uang korupsi meski terlibat dalam kasus itu.

Hakim Ketua menuturkan, selain pidana penjara, ketiganya juga dikenakan pidana denda. Budi dihukum pidana denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan 2 bulan.

Untuk Ahmad dan Satrio dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp1 miliar subsider 4 bulan pidana kurungan.

Ada lagi pidana tambahan untuk Ahmad dan Satrio karena telah menerima aliran uang korupsi. Hakim Ketua menyatakan keduanya juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti masing-masing sebesar Rp224,18 miliar subsider 4 tahun penjara dan Rp59,98 miliar subsider 3 tahun penjara.

Hakim menyatakan, Budi terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kedua.

Sedangkan, Ahmad dan Satrio terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan ada beberapa hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan yang dipertimbangkan, yakni perbuatan ketiga terdakwa tidak berkenan dengan upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Juga karena menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Kemenkes.

Hal meringankan yang dipertimbangkan Majelis Hakim, yaitu para terdakwa bersikap sopan di persidangan dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya.

"Berdasarkan hal memberatkan dan meringankan yang ada pada diri para terdakwa, Majelis berpendapat bahwa hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan atas diri para terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," tutur Hakim Ketua.

Putusan Majelis Hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya. Jaksa Penuntut Umum meminta agar Budi dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.

Sedangkan Ahmad dituntut dengan pidana penjara selama 14 tahun dan 4 bulan. Untuk Satrio, tuntutan hukumnya pidana selama 14 tahun dan 10 bulan penjara. Kedua terdakwa juga dituntut agar dikenakan pidana denda masing-masing sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Lalu, baik Ahmad maupun Satrio, turut dituntut agar dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti masing-masing sebesar Rp224,18 miliar subsider 6 tahun penjara serta Rp59,98 miliar subsider 4 tahun penjara.

Dalam kasus korupsi pengadaan APD COVID-19 itu, tiga orang terdakwa diduga merugikan negara sekitar Rp319,69 miliar. Kerugian negara terjadi akibat perbuatan para terdakwa yang memperkaya Satrio sebesar Rp59,98 miliar, Ahmad Rp224,19 miliar, PT Yoon Shin Jaya Rp25,25 miliar, serta PT GA Indonesia Rp14,62 miliar.