EmitenNews.com - Kejaksaan menuntut lima terdakwa kasus korupsi terkait manipulasi pemberian fasilitas kredit di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) atau Bank Jatim Cabang Jakarta pada periode 2023-2024, dituntut pidana penjara masing-masing selama 16 tahun. Kelima terdakwa diduga merugikan negara hampir Rp300 miliar.

Para terdakwa tersebut, yakni mantan Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta Benny, Manajer PT Indi Daya Group Sischa Dwita Puspa. Kemudian, pemilik Indi Daya Group Bun Sentoso, Direktur Indi Daya Group Agus Dianto Mulia, serta staf Indi Daya Group Fitri Kristiani alias Nisa.

Dalam sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/12/2025), jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Muhammad Fadil Paramajeng meminta majelis hakim menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan, telah melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

JPU juga menuntut kelima terdakwa agar dikenakan pidana denda masing-masing Rp500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti (subsider) 6 bulan kurungan.

Masih ada. JPU turut menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara dengan besaran yang berbeda-beda.

Untuk Benny dituntut membayar Rp3,15 miliar subsider 5 tahun penjara; Bun Sentoso Rp268,65 miliar subsider 8 tahun penjara; Agus Rp20,04 miliar subsider 6 tahun penjara; Nisa Rp4 miliar subsider 5 tahun penjara; serta Sischa Rp3,7 miliar subsider 6 tahun penjara.

Jaksa menilai kelima terdakwa bersalah berdasarkan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelum melayangkan tuntutan, JPU mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Keadaan memberatkan tuntutan, yaitu perbuatan para terdakwa menghambat tujuan pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Yang meringankan yang dipertimbangkan, yakni para terdakwa belum pernah dihukum serta menyesali dan mengakui semua perbuatannya.

Dalam kasus tersebut, para terdakwa diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp299,39 miliar, dengan cara memperkaya masing-masing diri terdakwa. Yaitu memperkaya Benny sebesar Rp2,92 miliar untuk kepentingan Benny agar menjadi pimpinan Bank Jatim Cabang Jakarta secara definitif.

Kemudian, memperkaya Bun Sentoso senilai Rp268,65 miliar; Agus Rp20,04 miliar; Nisa Rp4 miliar; dan Sischa Rp3,7 miliar.

Jaksa menyebutkan, dalam kasus itu, Benny telah menyetujui kredit yang diberikan Bank Jatim kepada Indi Daya Group sebesar Rp549,5 miliar. Pencairan kredit itu, dinilai tidak dilakukan pengujian secara komprehensif, namun tetap dengan pemberian kesimpulan bahwa perusahaan penerima kredit sudah memenuhi persyaratan.

Sedangkan Bun dan Agus bersama-sama dengan Nisa dan Sischa, dalam pengajuan kredit, telah memanipulasi dengan melakukan rekayasa dokumen persyaratan menggunakan perusahaan yang tidak memiliki pengurus, usaha, dan data lainnya.

Sebelumnya pihak JPU membeberkan kasus bermula pada awal Juni 2023, saat Bun dan Agus berupaya memperoleh fasilitas kredit dari Bank Jatim. Ia memerlukan dana untuk membayar utang-utang dari berbagai proyek Indi Daya Group sebelumnya, yang rugi dengan menggunakan beberapa perusahaan dalam Inti Daya Group.

Bun dan Agus pun mengajukan fasilitas kredit di Bank Jatim Cabang Pembantu Wolter Monginsidi menggunakan nama tiga perusahaan Indi Daya Group, yaitu PT Indi Daya Rekapratama, PT Cipta Sentra Konstruksi, dan PT Solusi Mitra Sekawan.

Dalam analisisnya, penyelia kredit di Bank Jatim Cabang Pembantu Wolter Monginsidi Astrid Putri menemukan permasalahan bahwa PT Cipta Sentra Konstruksi dan PT Solusi Mitra Sekawan memiliki kredit tidak lancar pada bank lain.

Agus memerintahkan tim Indi Daya Group menyiapkan legalitas beberapa perusahaan untuk menjadi debitur di Bank Jatim dengan cara menggunakan kontrak fiktif, menyewa orang baru untuk menjadi nomine atau figur direktur dan komisaris perusahaan, serta menggunakan laporan keuangan fiktif, Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak fiktif, dan rekening koran fiktif, dengan tujuan agar pemberian fasilitas kredit diputus oleh Benny.