EmitenNews.com - Empat tahun penjara untuk Edy Rahmat, terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur Pemprov Sulsel. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar menilai mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulawesi Selatan itu, terbukti bersalah sebagai perantara atas suap oleh terpidana Agung Sucipto kepada terdakwa Nurdin Abdullah senilai Rp2,5 miliar. Sidang vonis untuk Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah ditunda sampai Senin (29/11/2021) malam.


“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama empat tahun dan denda Rp200 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan kurungan selama dua bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar, Ibrahim Palino, Senin (29/11/2021).


Majelis hakim menyebutkan, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan Edy Rahmat, terbukti telah melanggar Pasal 12 a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.


Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 juncto pas 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Pidana (KUHPidana).


Vonis ini dianggap lebih ringan bila dibandingkan tuntutan yang dibacakan oleh jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari segi denda, yakni penjara empat tahun dan denda Rp250 juta subsider empat bulan kurungan.


Dari sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Makassar dan disiarkan secara virtual di YouTube KPK ini disebutkan juga, apabila Edy Rahmat tidak dapat membayar denda Rp 200 juta tersebut, majelis hakim memutuskan untuk menambah masa tahanan Edy selama 2 bulan.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Zaenal Abidin mengatakan, Edy Rahmat ikut serta dengan Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dalam penerimaan pidana suap oleh Agung Sucipto. Jaksa menilai Edy bersalah sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor.


Selain itu, Zaenal menyebutkan, dalam perkara ini Edy Rahmat merupakan perantara suap dan gratifikasi kepada Nurdin Abdullah. Dari fakta persidangan, kata dia, Edy Rahmat adalah perantara dan mendapat perintah dari (Gubernur Sulsel), Nurdin Abdullah.


Berkaitan dengan vonis terhadap kliennya, pengacara Abdimanaf Mursaid mengatakan, putusan majelis hakim sangat bertentangan dengan pledoi yang ia bacakan pekan lalu. Kliennya, Edy Rahmat mengaku hanya mengikuti perintah atasannya, yakni Nurdin Abdullah selaku Gubernur Sulsel saat itu. Karena tidak bisa menolak perintah dari atasannya itu, dalam pledoinya, Edy Rahmat meminta agar majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan hukum.


“Apa yang disebutkan, bertentangan dengan pledoi kami yang sudah dijelaskan tentang fakta pernyataan saksi dan apa yang sebenarnya di lapangan. Itu 100 persen bertentangan dengan pledoi kami. Mestinya Edy Rahmat bebas. Begitu,” kata penasehat hukum Edy Rahmat,  Abdimanaf Mursaid.


Sejauh ini, Abdimanaf Mursaid mengaku belum memikirkan lebih jauh soal pengajuan banding atas putusan yang dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Ibrahim Palino. Ia akan berkoordinasi dulu dengan Edy Rahmat.


Setelah pembacaan putusan terhadap Edy Rahmat, sidang dilanjutkan untuk pemberian putusan pada Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar sementara menskorsing sidang putusan terdakwa Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah. Sidang putusan terdakwa Nurdin Abdullah digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Senin (29/11/2021).


“Mohon maaf karena ini sudah jam 5, kita belum salat Asar, untuk pembacaan putusan masih panjang naskah putusannya. Semua ini ada 800 halaman lebih. Jadi memang panjang,” kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino di PN Makassar.


Hakim Ibrahim Palino mengatakan, sidang diskors untuk Salat Asar dan Magrib. Nanti kita akan lanjutkan, disesuaikan dengan posisi Nurdin Abdullah yang ditahan KPK, di Jakarta. Kalau saya nda salah biasanya kita lanjutkan sidangnya nanti setengah delapan, pukul 19.30 Wita.”


Sementara itu dalam pembacaan pleidoinya pekan lalu, Nurdin Abdullah meminta dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Ia menyatakan kasus yang menimpanya itu, karena prang kepercayaannya, salah satu Edy Rahmat menyalagunakan kepercayaannya. Ia menyatakan tidak pernah terlibat dalam kasus suap, seperti yang ditudukan jaksa KPK. Karena itu, ia meminta dibebaskan untuk melanjutkan pembangunan di Sulsel, seperti dijanjikannya saat kampanye. ***