EmitenNews.com - Kejaksaan Agung belum menentukan sikap setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan permohonan keberatan Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha, atau WanaArtha Life terkait pemblokiran rekening efek senilai Rp2,4 triliun. Pihak Wanaartha Life berharap Kejagung tidak mengajukan kasasi, agar rekening efek milik 26.000 nasabah bisa kembali dibuka karena tidak terkait dengan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).


Dalam keterangannya kepada pers, Kamis (14/10/2021), Juniver Girsang, Kuasa Hukum WanaArtha mengatakan, dalam putusan Senin (11/10/2021) itu, keberatan kliennya diterima sepenuhnya. “Hakim menyatakan bahwa terbukti uang yang masuk ke rekening adalah milik Wanaartha. Kami adalah pihak keberatan yang beritikad baik. Pemblokiran itu tidak sah."


Dengan adanya putusan PN Jakarta Pusat, yang dibacakan majelis hakim dalam sidangnya, Senin (11/10/2021) itu, Juniver berharap Kejaksaan Agung tidak mengajukan kasasi. Dengan begitu, rekening efek milik 26.000 nasabah WanaArtha bisa kembali dibuka karena tidak terkait dengan kasus korupsi Jiwasraya.


Seperti diketahui WanaArtha mengajukan keberatan atas pemblokiran sub rekening efek (SRE) dengan nomor perkara 15Pid.Sus-TPK/Keberatan/2020/PN.Jkt.Pst. Kejaksaan Agung dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pemblokiran sejak 21 Januari 2020 untuk pemeriksaan terkait kasus Jiwasraya. Kejagung menyebutkan WanaArtha Life sudah mengalami gagal bayar kepada nasabah sejak Oktober 2019, sebelum Kejagung melakukan penyidikan perkara PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) pada Desember 2019.

 

Dala penyidikan kasus Jiwasraya tersebut, terjadi pemblokiran sekitar 800 subrekening efek (SRE) saham dan penyitaan aset. Langkah hukum itu diperlukan dalam proses penyelidikan kasus Jiwasraya, yang juga menyeret rekening efek milik WanaArtha Life. Pemblokiran tersebut berujung pada aksi protes para nasabah WanaArtha yang turun ke jalan, bahkan sampai mengirim surat pembukaan blokir rekening efek kepada Presiden Joko Widodo.

 

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono, dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI secara virtual, Kamis (24/9/2020), menginformasikan, pada Oktober 2019, WanaArtha sudah gagal bayar kepada nasabahnya. Ali mengatakan pihaknya tidak pernah menyita uang para nasabah WanaArtha.

 

"Kami tegaskan, sebagaimana dalam Rapat Panitia Kerja terdahulu bahwa Kejaksaan tidak pernah menyita uangnya nasabah WanaArtha. Yang disita oleh Kejaksaan adalah saham atau reksadana Benny Tjokrosaputro (Bentjok) yang ada di Wanaartha," katanya.

 

Sementara itu, dalam keterangannya Selasa (12/10/2021), Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bima Suprayoga menyebut pihaknya masih meneliti putusan tersebut. Karena itu, pihaknya belum menentukan sikap. 

 

Bima menjelaskan gugatan WanaArtha telah diatur dalam Pasal 19 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Beleid itu mengatur soal hak-hak pihak ketiga beritikad baik yang akan dirugikan dari putusan pengadilan mengenai perampasan barang terdakwa. Pengajuan surat keberatan kepada pengadilan dilakukan dalam waktu paling lambat dua bulan setelah putusan diucapkan. 

 

Pemblokiran rekening WanaArtha disebabkan karena penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejagung menganggap perusahaan asuransi itu memiliki saham di PT Hanson International Tbk. Hanson dimiliki Benny Tjokrosaputro, salah satu terpidana kasus Jiwasraya.