EmitenNews.com - Halim Kalla urung diperiksa. Tersangka kasus korupsi proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat tahun 2008-2018, tidak menghadiri pemeriksaan perdana sebagai tersangka karena sakit. Ia mengajukan jadwal pemeriksaan ulang, 20 November 2025.

“Untuk hari ini tersangka HK (Halim Kalla) tidak datang dan mengajukan penjadwalan ulang tanggal 20 November karena alasan sakit,” kata Direktur Penindakan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri Brigjen Pol. Totok Suharyanto di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Tersangka lainnya berinisial HYL juga gagal diperiksa pada hari ini, karena alasan sakit. Seperti Halim, HYL juga mengajukan penjadwalan ulang pada 18 November 2025.

Brigjen Pol, Totok Suharyanto sebelumnya mengatakan bahwa penyidik pada Kortastipidkor menjadwalkan pemeriksaan perdana empat tersangka kasus dugaan korupsi PLTU.

Mereka adalah FM, mantan direktur perusahaan listrik milik negara, HK (Halim Kalla) Presiden Direktur PT BRN. Kemudian, RR Direktur Utama PT BRN, dan HYL Direktur Utama PT Praba Indopersada (PI).

Sesuai jadwal, tersangka FM dan RR akan diperiksa pada Selasa (11/11/2025), sedangkan tersangka Halim Kalla dan HYL pada Rabu (12/11/2025) ini.

Namun, pada Selasa hanya tersangka RR yang memenuhi panggilan, dan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Polisi menjelaskan, modus tindak pidana korupsi dalam kasus ini adalah adanya permufakatan dalam rangka memenangkan pelaksanaan proyek pekerjaan.

Melalui konferensi pers pada 21 Oktober 2025, Totok Suharyanto menerangkan bahwa kasus ini bermula saat PT PLN pada tahun 2008 mengadakan lelang untuk pembangunan PLTU 1 Kalbar di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar).

Ternyata, sebelum pelaksanaan, terjadi pemufakatan untuk memenangkan PT BRN.

Dalam pelaksanaan lelang, KSO BRN-Alton-OJSC juga telah diatur agar diloloskan dan dimenangkan meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.

"Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton-OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN," ucap Totok.

Pada tahun 2009, sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan pembangunan kepada PT Praba Indopersada, termasuk penguasaan rekening KSO BRN. Disepakati ada pemberian imbalan kepada PT BRN.

Tersangka HYL kemudian diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.

"Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalbar," ungkap Totok.

Masih cerita Totok Suharyanto, pada 11 Juni 2009, tersangka FM selaku direktur PLN, dengan tersangka RR Direktur Utama PT BRN menandatangani kontrak dengan nilai SD80.848.341 dan Rp507.424.168.000,00.

Tanggal efektif kontrak tersebut mulai 28 Desember 2009 dengan masa penyelesaian sampai tanggal 28 Februari 2012.