EmitenNews.com - Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng. Salah satu di antaranya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, berinisial IWW. Pejabat tinggi Kemendag itu, dijerat bersama 3 orang lain dari pihak swasta, raksasa sawit Wilmar, dan Musim Mas. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian perekonomian negara.


"Empat tersangka itu, pertama, pejabat Eselon I Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Dengan perbuatan tersangka telah melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanudiin dalam keterangan pers seperti disiarkan akun Youtube Kejaksaan RI, Selasa (19/4/2022).


Jaksa Agung yang mengumumkan langsung penetapan tersangka itu, menyebutkan, perbuatan tersangka melanggar pasal 54 ayat 1 huruf a dan ayat 2 huruf a,b,e dan f UU no 7/2014 tentang Perdagangan, Kepmendag No 129/2022 jo No 170/2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri dan Harga Penjualan di Dalam Negeri.


Selain itu, Ketentuan bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo bab 2 huruf c Perdirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag No 02/daglu/per/1/2022 tentang Juknis Kebijakan Ekspor CPO dan RBP Palm oil.


Tersangka lainnya  SMA, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau, MPT Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, dan tersangka PT General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas.


"Ketiga tersangka telah intens berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas, untuk mendapatkan persetujuan ekspor. Padahal perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak mendapatkan persetujuan ekspor," jelasnya.


Burhanuddin mengatakan para tersangka diduga melakukan perbuatan hukum. Di antaranya: 1. Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor; 2. Dikeluarkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat yaitu Mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO); b. Tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20% dari total ekspor).


Jaksa Agung mengungkapkan, pihaknya terus mengembangkan penyidikan termasuk melakukan pendalaman dan meminta keterangan ke pejabat yang lebih tinggi dalam hal ini menteri perdagangan. “Penyidikan mulai tanggal 4 April, kami akan dalami, kalau cukup bukti, siapapun pelakunya kami akan lakukan."


Sejauh ini pihak Kejagung masih menghitung potensi kerugian negara dan potensi adanya gratifikasi dari kasus ini. "Untuk perhitungan kerugian negara sedang dilaksanakan, kalau ada gratifikasi akan didalami." ***