EmitenNews.com - Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi terkait pembiayaan ekspor nasional ke beberapa pihak melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Ke tujuh orang itu diduga merintangi proses penyidikan perkara, yang menyebabkan lembaga keuangan milik negara itu merugi hingga Rp4,7 triliun pada periode 2019.


"Ketujuh tersangka telah beberapa kali menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan perundang-undangan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (2/11/2021).


Para tersangka yang menolak memberikan keterangan kepada penyidik yang menangani kasus pembiayaan ekspor tersebut, IS Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi LPEI 2016-2018; NH mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis II LPEI 2017-2018; EM Kepala Kantor Wilayah Makassar LPEI 2019-2020.


Lainnya, CRGS Relationship Manager Divisi Unit Bisnis LPEI Kanwil Surakarta 2015-2020; AA Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta 2016-2018; ML mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI; dan RAR selaku Manager Risiko PT BUS Indonesia.


Informasi yang dikumpulkan menyebutkan, tujuh tersangka itu semula merupakan saksi, namun mereka mangkir dua kali berturut-turut. Pihak penyidik Kejagung menilai, alasan dari para tersangka tak bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.


Leonard menjelaskan bahwa ketidakhadiran tujuh orang tersebut menyulitkan penanganan dan penyelesaian perkara korupsi yang ditangani oleh Satgas Khusus pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Akibatnya, kata dia, menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan.


Setelah ditetapkan sebagai tersangka, mereka langsung ditahan oleh penyidik selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas 1 Cipinang. Mereka dijerat dengan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


Tetapi, sejauh ini, penyidik Jampidsus belum menetapkan tersangka dalam perkara pokok dugaan korupsi di perusahaan pelat merah tersebut. Mereka menjadi tersangka karena merintangi penyidikan, bukan tersangka dalam perkara pokok korupsi.


Seperti diketahui Kejagung menduga LPEI memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik. Akibatnya, terjadi peningkatan kredit macet (non performing loan/NPL) pada 2019 sebesar 23,39 persen.


Sejumlah perusahaan yang mendapat fasilitas pembiayaan ialah: Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utara, Group Arkha. Kemudian, PT Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima, serta PT Kemilau Kemas Timur.


Leonard menyebutkan, berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun. Penyebab kerugian itu, pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). ***