EmitenNews.com - Pemerintah bakal menaikkan target setoran kepabeanan dan cukai pada 2026, dari rancangan awal Rp334,30 triliun, menjadi Rp336 triliun. Bagusnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan, cara untuk mengejar target besar itu, tak harus dengan menaikkan tarif, termasuk tarif cukai rokok.

"Pendapatan cukai itu nggak harus tarifnya naik," kata Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. di Gedung Parlemen Senayan, DPR, Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Pemerintah memastikan, kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026 akan diarahkan untuk menjaga keberlangsungan industrinya.

Dalam satu dua hari ke depan, Menkeu Purbaya akan menemui asosiasi industri rokok untuk meramu kebijakan CHT pada tahun depan. Ia memastikan, pemerintah akan menerapkan kebijakan CHT menyesuaikan kondisi industri.

"Yang penting adalah menjaga, jangan sampai mematikan industri rokok domestik, sementara industri rokok di Cina hidup, gara-gara mereka yang mensuplai kita," tuturnya.

"Jadi nanti biar saya ketemu dengan mereka dulu (industri hasil tembakau), biar mereka janji sama saya apa aja," tegasnya.

Kalangan DPR juga mendorong pemerintah untuk tidak mengejar target cukai hanya dengan melalui cara menaikkan tarif. Kepala Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah misalnya, meminta Menkeu Purbaya semakin menyederhanakan layer atau lapisan tarif cukai. Dengan begitutak ada lagi permainan produksi rokok hanya untuk mendapat tarif yang lebih rendah.

"Permainannya semuanya di situ, di layernya saja sebenarnya. Kalau layernya semakin dibuka lebar, yang menengah ke bawah itu akan hidup. Tapi kalau layernya dipersempit, yang di bawah gerakannya susah," ucap politikus PDI Perjuangan itu.

Pemerintah menaruh perhatian khusus pada trend konsumsi rokok

Sementara itu, pemerintah menaruh perhatian khusus pada trend konsumsi rokok di Indonesia. Tercatat konsumsinya bergeser ke rokok murah atau yang disebut sebagai downtrading. Trend ini berdampak pada penerimaan cukai semester I-2025 yang mengalami pertumbuhan 7,3% menjadi Rp109,2 triliun.

"Khususnya pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin ke sigaret kretek tangan atau jenis rokok dengan harga lebih terjangkau turut menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika tersebut," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, beberapa waktu lalu.

Data produksi rokok dan penerimaan negara menunjukkan adanya pergerakan, saat penerapan tarif cukai hasil tembakau dilakukan. Ditjen Bea Cukai tahun 2022 mencatat penerimaan cukai hasil tembakau Rp218,3 triliun. Produksinya mencapai 323,9 miliar batang dengan kenaikan tarif 12% saat itu.

Setahun kemudian, produksinya menurun 318,1 miliar batang. Ini membuat penerimaan cukai juga menurun Rp 213,5 triliun, saat kebijakan juga menaikkan tarif 10%.

Penurunan kembali terjadi pada 2024. Tercatat 317,4 miliar batang, namun sebaliknya peningkatan penerimaan naik menjadi Rp216,9 triliun dengan level tarif masih 10%.

Tahun ini, pemerintah tak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau atau CHT. Namun hanya menetapkan perubahan harga jual eceran rokok.

Saat bersamaan, produksi rokok terus menurun hingga Semester I-2025. Saat itu hanya 142,6 miliar batang dibandingkan 146,18 miliar batang pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Produksi rokok per Juni 2025 hanya 24,8 miliar batang. Angka itu turun dibandingkan Mei sebanyak 5,7% dan 3,2% pada periode yang sama tahun lalu.