EmitenNews.com - Ini persiapan Bank Indonesia menghadapi KTT G-20 tahun 2022. BI menyodorkan isu koordinasi moneter dan sektor keuangan untuk pemulihan bersama dalam Presidensi Indonesia di ajang G20 2022. Selain itu, ada empat agenda jalur keuangan lainnya yang bakal diusung bank sentral yang dipimpin Gubernur Perry Warjiyo itu.


"Koordinasi ini perlu kita lakukan untuk diperjuangkan dalam KTT G-20, agar pemulihan ekonomi global bisa lebih seimbang dan tidak menimbulkan suatu spillover effect atau dampak rambatan terhadap negara-negara berkembang," kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam sesi teleconference, Selasa (14/9/2021).


Bank Indonesia dalam Presidensi G-20 mendatang juga membawa empat agenda penting lainnya di jalur keuangan. Antara lain, koordinasi kebijakan sektor moneter dan keuangan untuk mendorong pertumbuhan yang lebih kuat, recover stronger. Kemudian, kerja sama di bidang sistem pembayaran di era digital.


Lalu inisiatif untuk di bidang moneter dan sektor keuangan untuk mendukung pembiayaan berkelanjutan, atau sustainable finance. Terakhir, Bank Indonesia pun akan mengusung isi kerja sama di bidang inklusi keuangan, termasuk untuk pembiayaan UMKM secara digital.


Dalam pandangan Perry Warjiyo, ekonomi global di tengah pandemi Covid-19 saat ini sudah mulai membaik, tapi belum seimbang. Menurut dia, negara-negara maju sebagian besar sudah pulih dan berencana mengubah kebijakan untuk mengurangi stimulus fiskal dan moneter. Sementara itu, negara berkembang, termasuk Indonesia, masih terus berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi.


Gubernur BI menyoroti kebijakan moneter sejumlah negara maju. Seperti Amerika Serikat yang berencana melakukan kebijakan pengurangan likuiditas atau dikenal sebagai The Fed Tapering. Demikian juga di negara-negara maju lainnya, kata dia, sudah merencanakan mengurangi pelonggaran kebijakan di sektor keuangan yang selama ini dilakukan. Misalnya pengaturan mengenai kredit maupun pembiayaan.


Karena itulah, koordinasi menjadi sangat penting agar bisa pulih bersama, dan tidak menimbulkan dampak rambatan negatif ke negara-negara berkembang. Karena itu, Perry mengatakan, koordinasi di tingkat G-20 perlu direncanakan secara baik, diperhitungkan secara baik, dan dikomunikasikan secara baik.


“Well planned, well calibrated, well communicated. Sehingga bisa pulih bersama untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mengurangi atau menghilangkan dampak yang tidak diinginkan kepada negara berkembang," tuturnya.


Termasuk inisiatif lembaga-lembaga internasional, dalam hal ini alokasi tambahan SDR allocation oleh IMF. Tujuannya, agar negara-negara berkembang bisa lebih tahan mengatasi berbagai dampak ketidakseimbangan pemulihan global ini.


Seperti diketahui pemerintah Indonesia bersiap untuk menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi G-20 pada tahun 2022. Secara resmi tongkat estafet Presidensi G-20 akan diserahkan oleh PM Italia kepada Presiden Joko Widodo pada 30-31 Oktober 2021, di Roma.


Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto ada sederet manfaat ekonomi positif bagi Indonesia atas penyelenggaraan KTT G-20. Di antaranya manfaat langsung, peningkatan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp7,4 triliun, pelibatan UMKM dan penyerapan tenaga kerja sekitar 33.000 di berbagai sektor.


"Dengan sekitar 150 pertemuan selama setahun penuh, secara agregat pemerintah memperkirakan manfaat ekonomi dari pelaksanaan rangkaian kegiatan Presidensi G-20 Indonesia dapat mencapai 1,5 - 2 kali lebih besar dari pelaksanaan IMF-WBG Annual Meetings 2018 di Bali," ujar Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Menuju Presidensi G20 Indonesia 2022, Selasa (14/9/2021). ***