EmitenNews.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,42 persen menjadi 8.645. Saham sektor energi membukukan penguatan terbesar, dan sebaliknya saham sektor teknologi mencatat koreksi terbesar. Rupiah berlanjut melemah di pasar spot ditutup di level Rp16.777 per dolar Amerika Serikat (USD).

Antara lain tersebab penguatan indeks Dolar AS menyusul peningkatan ketegangan antara AS-Venezuela. Eskalasi ketegangan geopolitik itu, juga mendorong kenaikan harga minyak mentah, dan harga emas. Secara teknikal, indeks ditutup di bawah level MA5, namun berhasil ditutup di atas level MA20. 

Stochastic RSI masih berada di area oversold. Volume beli mulai meningkat. Sehingga diperkirakan indeks berpotensi bergerak menguat menguji level 8.680-8.700. Pertumbuhan M2 Money Supply Indonesia pada November 2025 tumbuh 8,3 persen YoY, lebih tinggi dibanding Oktober 2025 tumbuhan 7,7 persen YoY. 

Bank sentral Tiongkok mempertahankan suku bunga pinjaman 1 tahun 3 persen, dan 5 tahun 3,5 persen Desember 2025. Itu merupakan level terendah, dan sudah dipertahankan selama tujuh bulan berturut-turut. PBOC memberi sinyal yang menunjukkan kurang urgensinya stimulus moneter untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini. 

Investor AS akan merilis data durable goods orders Oktober 2025 diperkirakan tumbuh 0,3 persen QoQ dari September 2025 di level 0,5 persen QoQ. Investor juga menanti data GDP Growth kuartal III 2025 estimasi kedua, diperkirakan mengonfirmasi pertumbuhan ekonomi AS 3,2 persen QoQ kuartal III 2025. 

Berdasar data dan fakta tersebut, Phintraco Sekuritas menyarankan para pelaku pasar untuk mengoleksi sejumlah saham berikut. Yaitu, Bumi Resources (BUMI),  Darma Henwa (DEWA), Essa Industries (ESSA), Alamtri Minerals (ADMR), dan Indika Energy (INDY). (*)