EmitenNews.com -Karena pandemi Covid-19 yang menghantam cukup keras, dunia mengalami berbagai ketidakpastian, terutama di sektor ekonomi. Ditambah lagi, di tengah pandemi, terjadi berbagai konflik yang yang memengaruhi perekonomian global. Namun, Rektor Universitas Prasetiya Mulya, Prof. Dr. Djisman Simandjuntak, sangat berharap, meski ada ketidakpastian ekonomi dan ketidakpastian politik, jangan sampai terjadi ketidakpastian budaya. 

 

“Karena, kita memerlukan budaya untuk mencerna segala bentuk ketidakpastian tersebut. Di tengah ketidakpastian itu, hal yang bisa kita lakukan adalah mencari informasi sebanyak mungkin,” tegasnya, dalam Prasetiya Mulya Economic and Business Outlook Seminar 2023: Insulation Against the Damaging Impacts of the Post-Pandemic Policy Reversal, pada Selasa, 18 April 2023.

 

Dalam seminar tersebut, Universitas Prasetiya Mulya mengundang tujuh ahli dan praktisi untuk berbagi pandangan tentang dunia ekonomi dan bisnis di Indonesia dalam menghadapi dampak negatif melemahnya ekonomi global selepas pandemi.

 

Rektor Universitas Prasetiya Mulya, Prof. DR. Djisman Simandjuntak menyebut bahwa saat ini saatnya menyiapkan diri menghadapi era sinergi antara bisnis dan teknologi. Akibat pandemi, laju pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, mengalami penurunan. Meski pemulihan perekonomian sudah mulai terjadi, kita masih menghadapi masa sulit. Saat ini Indonesia sedang berperang dengan kenaikan angka inflasi dan meningkatnya angka pengangguran akibat pandemi. Ekspansi perdagangan tahun ini juga mengalami pertumbuhan amat lambat. Salah satunya sebagai akibat dari penerapan kebijakan bisnis di Cina selama pandemi.

 

Tahun lalu Indonesia berhasil meraih pertumbuhan ekonomi lebih besar daripada yang diproyeksikan. Pemicu pertumbuhan yang terpenting adalah adanya adaptasi terhadap perkembangan teknologi. Hanya saja, meski saat ini ditemukan banyak teknologi baru, tetap perlu waktu untuk menerjemahkan teknologi tersebut kemudian menjadikannya alat untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi.

 

Proyeksi pertumbuhan ekonomi di Asia Timur, termasuk Asia Tenggara, diperkirakan akan mencapai lima hingga enam persen. Tantangan bagi Indonesia dalam mencapai stabilitas perekonomian adalah mempertahankan pertumbuhan ekonomi setidaknya pada level lima persen. Cita-cita ini bisa dicapai, meskipun pada waktu bersamaan kita menghadapi banyak tantangan pasca penerapan kebijakan ekonomi makro dan stimulus moneter selama masa pandemi.

 

Tahun 2023 juga merupakan waktu untuk menyiapkan diri menghadapi era sinergi antara bisnis dan teknologi. Di masa depan, bisnis yang digerakkan oleh sains (science driven business) akan berkembang pesat. Universitas Prasetiya Mulya telah melakukannya dengan cara meluncurkan program yang menggabungkan bisnis dan STEM (science, technology, engineering, math). Harapannya, sektor bisnis yang digerakkan oleh sains akan tumbuh subur di Indonesia.

 

Kita juga perlu lebih meningkatkan perhatian pada isu keberlanjutan sosial dan lingkungan, karena hal tersebut akan menjadi standar prosedur operasional dalam berbisnis secara global. Terakhir, stabilitas perekonomian juga terkait erat dengan peningkatan kualitas SDM di dalam negeri. Pendidikan formal saja belum cukup tanpa peningkatan kemampuan literasi, keterampilan, dan kewirausahaan. Jika semua hal di atas bisa dicapai, maka masa sulit pasca pandemi dan tahun pemilu 2024 akan bisa kita lalui dengan selamat.

 

Wakil Dekan II Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya, DR. Adrian Teja CFA, CIPM mengatakan, sistem perbankan di Indonesia mampu mengatasi krisis perbankan yang melanda Amerika dan Eropa. Belum lama ini dunia dikejutkan oleh krisis perbankan yang diawali oleh bangkrutnya Silicon Valley Bank di Amerika. Ada pula isu tentang hilangnya kredibilitas Bank Federal Reserve yang mengendalikan perekonomian di sana. Banyak pihak berpendapat, jika ditemukan beberapa bank yang mengalami keterpurukan hingga bangkrut, maka kondisi bank-bank lain di dalam negara tersebut juga kurang lebih serupa.