EmitenNews.com - Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mengapresiasi langkah pemerintah menunda rencana pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Rencananya aturan itu diterapkan pada 2026, sesuai UU APBN 2026. Tetapi, Asrim meminta bukan hanya ditunda, tetapi seharusnya dibatalkan.  

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo mengemukakan hal tersebut kepada pers, Selasa (9/12/2025). 

Asosiasi beralasan kondisi ekonomi sedang tidak kondusif, sehingga rencana itu, seharusnya dibatalkan, hingga kondisi ekonomi dalam negeri mampu mencapai pertumbuhan 6%. Jadi, tidak sekedar menunda penerapannya.

Meski begitu, Triyono tetap mengapresiasi langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menunda aturan tersebut dan melihat kondisi ekonomi saat ini yang sedang tidak kondusif. 

Asrim melihat wacana penerapan cukai MBDK yang tidak tepat dalam dua aspek. Pertama dari sisi waktu, kondisi industri Fast-Moving Consumer Goods (FMCG), termasuk industri minuman yang masih dalam kondisi terpuruk.

Triyono menguraikan tingkat pertumbuhan industri minuman tersebut sampai kuartal III-2025 hanya mencapai 1.8%. Pertumbuhan tersebut hanya ditopang oleh kategori Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang masih tumbuh positif sekitar 2.4% pada Oktober 2025 dibanding bulan yang sama pada 2024. 

Untuk kategori minuman siap saji lainnya masih mengalami pertumbuhan negatif sampai kuartal III-2025. Dengan demikian, penundaan wacana cukai MBDK sangat tepat.

Kedua, atau dari sisi alasan penerapan cukai MBDK dinilai tepat untuk mengelola risiko penyakit tidak menular (PTM). Studi menunjukkan bahwa minuman kemasan berpemanis hanya berkontribusi sebesar 6,5% dari total konsumsi kalori perkapita masyarakat Indonesia. 

“Sehingga apabila diharapkan bahwa penerapan cukai yang akan menaikkan harga jual produk MBDK dan menurunkan tingkat penjualannya akan dapat menurunkan tingkat PTM, maka hal tersebut sudah pasti akan gagal,” jelasnya.

Pemerintah diminta perlu jujur melihat bahwa sumber risiko terbesar PTM bukan di produk minuman berpemanis, sehingga perlu kebijakan yang lebih tepat sasaran. 

Dalam pandangan Triyono, penerapan Cukai MBDK hanya merugikan Indonesia antara lain menurunkan kinerja industri, menambah tekanan atas daya serap tenaga kerja industri minuman. Juga berpotensi mempercepat deindustrialisasi serta prevalensi PTM tidak akan menurun.

Rencana penerapan aturan tersebut akan memperhitungkan kondisi ekonomi 

Seperti diketahui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan pemerintah belum akan menerapkan rencana pengenaan cukai MBDK yang telah tercantum dalam UU APBN 2026.

Rencana penerapan aturan tersebut akan memperhitungkan kondisi ekonomi dalam negeri yang ditargetkan mampu mencapai pertumbuhan hingga sebesar 6%.

"Kami akan menjalankan dan memikirkan ketika ekonomi sudah tumbuh 6% lebih. Nanti saya akan datang lagi ke sini diskusikan cukai apa yang pantas diterapkan," ujar Menkeu Purbaya dalam rapat bersama Komisi XI DPR.

Sebenarnya dalam rencana penerapan cukai MBDK, Kemenkeu telah mempertimbangkan akan merujuk pada sejumlah negara tetangga di Asia Tenggara (ASEAN) sebagai dasar nominal tarif.

Yang menjadi rujukan adalah Kamboja, Filipina, Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, hingga Timor Leste yang telah menerapkan pengenaan tarif cukai pada kisaran Rp1.771/liter.