Senada, Head of Equity Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni menegaskan bahwa tingkat uncertainty pasar masih terhitung tinggi. Selain faktor tekanan ekonomi sejumlah negara maju, ada faktor penerapan zero Covid policy di China serta krisis energi yang mengerek inflasi di banyak negara, yang pada lanjutannya menjadi faktor yang menyebabkan penaikan suku bunga global.

 

Berbagai risiko uncertainty tersebut, lanjutnya, akan mempengaruhi kondisi pasar pada 2023. “Equity market cenderung lebih perform. Tetapi yang perlu diwaspadai adalah pada saat nanti ketika central bank policy-nya mulai back to easing, mulai menurunkan suku bunga, tetapi keadaan ekonomi dan datanya malah cenderung lanjut memburuk. Itu yang menjadi concern kita di tahun depan,” ujar Agung.

 

Dia memaparkan berdasarkan data-data atau indikator perekonomian yang ‘leading’ dari negara-negara maju seperti AS, China, dan Eurozone yang cenderung akan melambat dalam jangka pendek ini, maka kebijakan bank sentral dunia seperti The Fed akan lebih cenderung tidak terlalu agresif ke depannya. Hal ini diyakini akan berpotensi memberikan sentimen positif bagi pasar saham baik di dunia maupun di Indonesia. “Namun kembali lagi, untuk pasar saham dapat menguat jauh lebih tinggi lagi harus adanya rotasi sektor.”

 

Selanjutnya, menurut Agung, setelah cheap money dan very high inflation regime telah berlalu, pihaknya merekomendasikan investor untuk menempatkan investasinya pada equity dan bond dengan komposisi 50:50. “ Di gloomy outlook ini kita harus tetap pintar melihat peluang juga, baik di equity maupun di bond dan expect Dollar relatif strong di tahun depan.”

 

Risiko Investasi

 

Sementara itu, Co-Founder Jelita Trading Bareng, Mono S. Patriabudi menyebutkan bahwa dalam dunia investasi atau trading secara umum ada empat risiko yang umumnya terjadi.

 

Pertama, basic risk. Dalam hal investment atau trading, basic risk berkaitan dengan posisi size kita sebagai seorang investor/trader di market.

 

Kedua, general market risk factor. Hal ini berkaitan dengan performa emiten. Contohnya di saat kita sudah yakin terhadap suatu emiten, baik dari sisi fundamental yang baik maupun sisi teknikal yang bagus. Namun, jika pasar sedang dalam tren turun, maka sebagus apapun emiten tersebut, kemungkinan besar akan terpengaruh.

 

Ketiga, risiko volatilitas. Menurut Mono, risiko volatilitas terkait dengan timing atau momentum seorang trader atau investor masuk ke satu emiten tertentu, yang diyakini akan membawa keuntungan. “Kita juga bisa terkena impact volatility di sini jika masuk terlalu cepat atau keluar terlalu cepat. Jadi momentum di sini akan sangat terkait dengan volatility risk,” katanya.