Penjatahan IPO 10 Persen Investor Ritel, AEI Kasih Respons Begini
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) tengah berfoto bersama seusai agenda perayaan HUT Ke-37 AEI digelar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (12/12/2025).
EmitenNews.com - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai perubahan aturan penjatahan saham dalam penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) tidak berpotensi memberi dampak tendensius bagi para calon emiten IPO, termasuk pengaruh naik turunnya listing gain pada hari pertama perdagangan.
Melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 25 Tahun 2025 yang berlaku efektif sejak 17 November 2025, OJK menetapkan pembagian alokasi saham IPO dengan rasio 1:1 antara investor ritel dan institusi dalam skema penjatahan terpusat (pooling allotment).
Aturan ini juga membatasi pemesanan saham IPO maksimal 10% dari total saham yang ditawarkan untuk setiap investor ritel.
Dalam contoh kasusnya misalnya, IPO Emiten SUPA ingin menawarkan 4,40 miliar saham bagi publik yang berpotensi meraih dana sekitar Rp2,79 triliun. Maka dengan ini, yakni, para investor ritel dapat memesan sekitar 10% daripada itu atau maksimalnya sekitar 440 juta saham yang setara senilai Rp279 miliar rupiah.
Ketentuan tersebut membatasi ruang investor ritel bermodal besar atau dikenal istilah para bandar untuk menguasai porsi signifikan saham IPO. Dengan sebaran kepemilikan yang lebih merata, lonjakan harga saham pada saat pencatatan perdana dinilai berpotensi tidak seagresif periode sebelumnya.
Ketua Umum AEI Armand Wahyudi Hartono mengatakan dampak kebijakan tersebut terhadap minat dan performa IPO relatif kecil.
“Kita ikuti regulasinya, tidak ada dampak yang major,” ujar Armand saat ditemui di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (12/12/2025).
Armand juga menilai aturan baru ini tidak menjadi faktor utama di balik tren penurunan jumlah perusahaan yang melantai di bursa dalam beberapa tahun terakhir. Setelah mencetak rekor 79 IPO pada 2023, jumlah emiten baru menyusut menjadi 41 perusahaan pada 2024. Sementara itu, hingga November 2025, realisasi IPO baru mencapai 24 perusahaan dari target yang telah direvisi turun menjadi 45 emiten.
Menurut Armand, melambatnya aktivitas IPO lebih dipengaruhi kondisi bisnis secara umum.
“Itu tergantung perusahaannya mana yang memang butuh modal. Dunia bisnisnya juga kan lagi menantang,” ujar Armand.
AEI menilai selama kebutuhan pendanaan dan kesiapan fundamental perusahaan tetap ada, regulasi penjatahan saham tidak akan menjadi penghambat utama bagi perusahaan untuk menggalang dana melalui pasar modal. (*)
Related News
Entitas Podomoro Group Mulai Bangun Pasar Modern di Tenjo
Anak Usaha PBID Revisi Fasilitas Kredit Ratusan Miliar
Sahamnya ALII, Emiten Logistik Grup Bakrie Ungkap Aksi Baru
Direktur Serok 1,06 Juta Saham POWR di Harga Rp700
Obligasi Jatuh Tempo Januari 2026, Ketrosden Siapkan Dana Rp168 M
Harga Saham Makin Anjlok, Gema Siapkan Dana Miliaran Buat Buyback





