Penjualan LPG 3 Kg Hanya oleh Pangkalan Resmi Tak Jamin Tekan Subsidi

Kebijakan pemerintah membatasi penjualan LPG 3 kilogram (kg) hanya oleh pangkalan resmi Pertamina diyakini tidak menjamin beban subsidi LPG pemerintah berkurang.
EmitenNews.com - Kebijakan pemerintah membatasi penjualan LPG 3 kilogram (kg) hanya oleh pangkalan resmi Pertamina dan melarang penjualan di tingkat pengecer dinilai tidak banyak membawa manfaat. Kebijakan baru pemerintah terkait distribus "gas melon" tersebut mulai 1 Februari 2024 tidak menjamin beban subsidi LPG pemerintah berkurang.
"Jika kebijakan tersebut dimaksudkan agar penyaluran LPG subsidi tepat sasaran, maka seharusnya dilakukan dengan membuat peraturan yang tegas atas siapa yang berhak atas LPG bersubsidi. Bukan hanya mengalihkan pengecer menjadi pangkalan resmi LPG subsidi," kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria di Jakarta, Senin (3/2).
Sofyano menilai penetapan pengguna yang berhak atas LPG 3 kg sebagaimana diatur dalam Perpres 104 Tahun 2007 khusus untuk rumah tangga dan usaha mikro, justru terbaca "abu abu".
Akhirnya pada penyaluran di tingkat bawah yakni pangkalan dan pengecer dipahami bahwa rumah tangga golongan apapun berhak membeli LPG bersubsidi.
Di sisi lain, lanjut Sofyano, ketentuan pada Perpres 104 Tahun 2007 tentang Pengguna Usaha Mikro yang Boleh Menggunakan LPG 3 kg, dalam pelaksanaan di lapangan lebih dipahami bahwa usaha golongan menengah pun dianggap sebagai usaha mikro pula.
"Oleh karenanya, hal utama yang harusnya dibenahi pemerintah adalah justru merevisi Perpres 104 Tahun 2007 khususnya terkait siapa pengguna yang berhak dan juga pengawasannya di lapangan," ujar pengamat kebijakan energi ini.(*)
Related News

Dapat Tambahan Kuota FLPP, BTN Perluas Akses Rumah Layak bagi Rakyat

Periksa! Ini 10 Saham Top Losers dalam Sepekan

Cek! Berikut 10 Saham Top Gainers Pekan Ini

Surplus 3,37 Persen, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp13.599 Triliun

1,42 Juta Wisman Kunjungi Indonesia pada Juni, Naik 8,42 Persen

Produksi Kemasan Nasional Diprediksi Tembus Rp105 Triliun di 2025