PMI Manufaktur Bisa Lebih Tinggi Jika Relaksasi Impor Dicabut

Kemenperin menilai PMI manufaktur Indonesia bisa lebih tinggi, jika kebijakan relaksasi impor produk jadi dicabut.
EmitenNews.com - Aktivitas industri manufaktur di tanah air pada awal tahun 2025 menunjukkan tren yang positif. Hal ini terlihat dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global. PMI manufaktur Indonesia untuk bulan Januari berada pada level 51,9 atau naik 0,7 poin dari capaian bulan sebelumnya di angka 51,2. Fase ekspansif ini merupakan titik tertinggi sejak bulan Mei 2024.
“Alhamdulillah, artinya para pelaku industri kita semangat dalam memasuki tahun 2025 ini. Dengan kepercayaan yang tinggi dari para pelaku industri untuk terus menjalankan usahanya, kami juga optimistis bahwa perekonomian nasional dapat ikut tumbuh positif,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (3/2).
Jubir Kemenperin menyampaikan, geliat industri manufaktur tersebut ditandai dengan meningkatnya pembelian bahan baku untuk dapat memenuhi lonjakan permintaan pasar pada bulan-bulan berikutnya. Saat ini produktivitas terlihat solid, yang diharapkan dapat memasok kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Dari laporan S&P Global, dengan tingginya aktivitas produksi ini, sejumlah perusahaan memutuskan untuk melakukan perekrutan pada bulan Januari, menambahkan jumlah tenaga kerja mereka selama dua bulan berjalan. “Ini membuktikan bahwa apabila aktivitas industri bergeliat, akan membawa dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru atau job creation,” tutur Febri.
Meski begitu, Kemenperin menilai PMI manufaktur Indonesia bisa lebih tinggi, jika kebijakan relaksasi impor produk jadi dicabut. Selain itu, juga perlu kebijakan-kebijakan yang strategis dan pro-bisnis agar para pelaku industri manufaktur di Indonesia semakin berkinerja gemilang. Apalagi, selama ini sektor industri manufaktur menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jadi, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen, perlu adanya kebijakan dan stimulus yang dapat merangsang para pelaku industri kita untuk lebih bergeliat dalam menjalankan usahanya,” imbuh Febri.
Beberapa kebijakan tersebut, antara lain perpanjangan program HGBT, penguatan P3DN, evaluasi relaksasi kebijakan impor, serta pemberian insentif fiskal dan non fiskal bagi industri. Kebijakan-kebijakan ini akan menjaga kebutuhan bahan baku, peningkatan investasi dan ekspor, mendongkrak daya saing sektor industri, hingga mengoptimalkan produk lokal di pasar domestik.
“Para pelaku industri penerima HGBT, banyak yang mengapresiasi kebijakan Bapak Presiden Prabowo terkait perpanjangan program HGBT. Sementara itu, realisasi pencabutan kebijakan relaksasi impor masih ditunggu para pelaku industri,” tegas Jubir Kemenperin.
Di samping itu, Kemenperin konsisten untuk terus menjalankan kebijakan hilirisasi industri. Hal ini sesuai dengan salah satu misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya pada butir kelima, yaitu melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.(*)
Related News

Wamenkeu: Program MBG Investasi Jangka Panjang Pembangunan SDM

Target Kelar di Periode Pertama Prabowo, Program Listrik Desa Dikebut

IHSG Cetak Rekor! Ditutup ke Level 7.892

47,5 Persen Alokasi Pupuk Bersubsidi Sudah Disalurkan

Adopsi Teknologi Pertanian Genjot Produktivitas Hingga 50 Persen

IHSG Melonjak 1,28 Persen di Sesi I, CTRA, TLKM, SMRA Top Gainers LQ45