EmitenNews.com - Industri manufaktur dalam negeri makin menggeliat awal Tahun Naga Kayu ini. S&P Global mencatat Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia Januari 2024 bertengger di level 52,9. Melejit 1,34 persen dibanding posisi Desember 2023 di kisaran 52,2. 

“Kinerja positif itu menunjukkan kondisi sektor manufaktur kita terus membaik. Capaian PMI Manufaktur Indonesia ini memperpanjang periode ekspansi menjadi 29 bulan secara berturut-turut. Dan, hanya ada dua negara, yakni Indonesia dan India mampu mempertahankan selama 29 bulan secara beruntun,” tutur Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian, di Jakarta, dikutip Minggu (4/2).

Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mengirim sinyal positif terhadap pemulihan performa industri manufaktur dan ekonomi nasional. “Biasanya di tengah suasana politik seperti Pemilu, optimisme pelaku usaha banyak wait and see. Tetapi tahun ini, optimisme mereka cukup tinggi,” imbuhnya.

Tingkat kepercayaan para pelaku industri menunjukkan soliditas tinggi dalam menjalankan usaha karena didukung kebijakan probisnis. Selain itu, sektor industri manufaktur Indonesia terbukti tangguh (resilience) menghadapi tantangan ekonomi, dan politik saat ini, baik dari dalam negeri maupun global.

“Saya tidak bosan-bosannya mengingatkan kementerian lain memacu kinerja industri manufaktur, karena sebagai salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Seandainya saja program harga gas bumi tertentu (HGBT) bisa berjalan dengan baik, pasti tingkat optimisme pelaku industri kita akan jauh lebih tinggi lagi,” ungkapnya.

Saat ini, implementasi kebijakan HGBT untuk industri masih belum optimal. Contohnya, realisasi penyaluran alokasi gas industri tertentu untuk pengguna HGBT di Jawa Timur kerap kurang dari jumlah alokasi. Padahal, alokasi volume sudah diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu.

“Insentif HGBT sektor industri sangat mutlak dilakukan karena dapat menarik investasi masuk Indonesia. Dengan upaya ini, tentu total kapasitas produksi industri kita akan menjadi lebih optimal, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor,” ulas Agus.

Selain itu, kebijakan lain perlu menjadi perhatian yaitu pemberlakuan aturan ketat impor. Itu menyusul ledakan produk tekstil impor secara ilegal, sehingga mengakibatkan sejumlah produsen tekstil lokal gulung tikar. Artinya, perlu optimalisasi implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag No 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

“Program HGBT tidak berjalan baik dan produk-produk impor ilegal ini menciptakan opportunity lost bagi industri manufaktur, juga berdampak pada daya saing industri tidak maksimal,” tegas Agus. 

Oleh karena itu, pelaksanaan dua kebijakan tersebut perlu diakselerasi dengan tepat, agar kinerja industri manufaktur makin gemilang, termasuk pada capaian PMI Manufaktur Indonesia. Itu selaras laporan S&P Global, kenaikan penjualan dan produksi mendorong manufaktur untuk mengoptimalkan aktivitas pembelian bahan baku pada awal tahun.

Tingkat pertumbuhan itu, mengalami percepatan tertinggi dua tahun lebih, dan secara keseluruhan solid. Percepatan ini terjadi karena ada permintaan baru pasar domestik, termasuk juga ekspor. Lonjakan produksi sektor industri manufaktur berdampak terhadap penambahan jumlah tenaga kerja. “Beberapa perusahaan manufaktur Indonesia berupaya menaikkan kapasitas tenaga kerja untuk mengatasi kenaikan beban kerja,” imbuhnya.

Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, Jingyi Pan menambahkan data PMI Manufaktur Indonesia pada Januari 2024 menunjukkan tanda-tanda membahagiakan sehubungan dengan kondisi sektor manufaktur Indonesia membaik. “Pertumbuhan permintaan baru lebih cepat, ditambah kondisi pasokan lebih baik, mendorong produksi berekspansi pada laju tercepat dalam dua tahun,” tuturnya.

Perusahaan manufaktur Indonesia terus mendapat input pada laju tercepat, dan upaya menaikkan kapasitas tenaga kerja. “Yang menunjukkan kita harus terus percaya output akan naik dalam waktu dekat. Oleh karena itu, perbaikan dari segi ekspor akan diperhatikan pada beberapa bulan mendatang,” tandasnya.

Capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Januari 2024 itu, mengungguli PMI China 50,8, Jerman 45,4, Jepang 48,0, Amerika Serikat 50,3, Korea Selatan 51,2, Malaysia 49,0, Myanmar 44,3, Filipina 50,9, Taiwan 48,8, Thailand 46,7, Inggirs 47,3, dan Vietnam 50,3. (*)