EmitenNews.com - Indonesia sebagai negara berbasis sumber daya alam, sangat memungkinkan sektor perkebunan menjadi kontributor bagi pendapatan negara. Besar peluang perusahaan di sektor perkebunan baik itu BUMN maupun Swasta untuk tumbuh ke depan. Saham yang bergerak di sektor agribisnis, salah satunya PT Agro Yasa Lestari Tbk (AYLS) diprediksi gacor, antara lain karena populasi lahan sawit masih luas.

Dalam keterangannya Selasa (27/5/2025), Founder LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo menjelaskan bahwa, kalau diperhatikan sektor agribisnis bisa menjadi primadona di Indonesia. 

Pasalnya, Indonesia adalah negara resource based. Menurutnya, dengan menjadi primadona dapat memberikan dampak positif terhadap saham - saham yang bergerak di sektor perkebunan seperti PT Agro Yasa Lestari Tbk (AYLS).

Lucky Bayu memprediksi, untuk harga saham emiten kelapa sawit tersebut akan menguji level terendah pada angka 64 per lembar saham, dan untuk level tertingginya Lucky yakin bisa menembus level 129 per lembar saham.

"Inilah fair value dalam jangka panjang, yang diartikan ini adalah harga wajar jika kita lihat dalam jangka panjang. Demikian pula, kita melihat dari angka saat ini, berapakah fair value dalam kondisi koreksi atau kelemahan," ucapnya melalui keterangan tertulis, Selasa (27/5/2025).

Faktor yang mendorong pergerakan harga saham AYLS dalam jangka panjang bisa berada di level 129 per lembar karena populasi lahan sawit di Indonesia masih terbuka luas. Dengan begitu, perseroan dapat lebih ekspansif dalam melakukan aksi korporasi.

"Dengan cakupan lahan sangat luas, seharusnya perusahaan ini lebih gencar melakukan aksi korporasi, lebih gencar melakukan restructuring untuk mencapai nilai fundamental yang menarik," katanya.

Meski demikian, Lucky pun mengingatkan kepada para investor untuk bisa lebih cermat dan hati - hati dalam mengelola portofolio saham di sektor tersebut. Sebab, sektor agribusiness ini dapat dikatakan sektor yang defensif.

"Sehingga ini akan menentukan bagaimana struktur portofolio investor yang ingin melihat tiga dimensi waktu, jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang," tutup Lucky Bayu Purnomo. ***