EmitenNews.com - Ketahanan pangan hari ini menuntut lebih dari sekadar ketersediaan beras di gudang. Dibutuhkan kemampuan bangsa mengelola sumber daya sendiri agar setiap warga memiliki akses pada pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Arah baru pembangunan pangan nasional kini bergerak menuju kemandirian dan kedaulatan, berakar pada kekuatan lokal dan inovasi generasi muda.

Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Andriko Noto Susanto, menyampaikan bahwa keseriusan pemerintah terlihat dari fondasi kebijakan yang semakin kokoh dan terukur. Melalui RPJMN 2025–2029, pemerintah menempatkan swasembada pangan dan diversifikasi konsumsi sebagai prioritas nasional, dengan langkah konkret seperti Perpres 81 Tahun 2024 tentang percepatan penganekaragaman pangan berbasis potensi sumber daya lokal.

"Regulasi ini mendorong penguatan pangan daerah masing-masing, mulai dari sorgum di NTT, sagu di Papua, hingga umbi-umbian di Jawa dan Sumatera," ujar Andriko saat menjadi pembicara pada diskusi pangan di IPB. (28/10/25)

“Swasembada pangan tercapai saat kita mampu berdiri di atas kaki sendiri, dengan petani yang sejahtera, pedagang yang untung, dan masyarakat yang tersenyum,” pungkasnya.

Upaya tersebut ditopang data yang menggambarkan Indonesia sebagai negara tahan pangan: Prevalence of Undernourishment (PoU) menurun hingga 8,27% atau sekitar 21 juta penduduk, skor Pola Pangan Harapan mencapai 93,5, konsumsi energi rata-rata 2.052 kkal/kapita/hari, dan pangan segar aman mencapai 92,5% pada 2024. Produksi beras nasional juga meningkat menjadi 33,19 juta ton hingga November 2025, naik 12,63% dibanding tahun sebelumnya.

Kebijakan harga seperti HPP, HAP, dan HET terus diperkuat agar keseimbangan antara perlindungan petani dan keterjangkauan konsumen terjaga. Pemerintah juga menyiapkan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) dari tingkat pusat hingga desa untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan.

Di balik semua kebijakan dan angka keberhasilan tersebut, Andriko menegaskan bahwa swasembada pangan bukan hanya urusan pemerintah, melainkan gerakan kolektif seluruh bangsa. “Pemuda adalah penentu arah sejarah berikutnya. Dalam semangat Sumpah Pemuda, keberanian dan kolaborasi mereka akan menentukan apakah Indonesia benar-benar berdaulat atas pangannya,” ucapnya.

Kemandirian pangan lahir dari keberanian untuk bermimpi besar dan bekerja nyata. Setiap inovasi di bidang pertanian, pangan lokal, dan teknologi hijau yang digerakkan oleh anak muda adalah bagian dari tonggak menuju swasembada. Karena itu, momentum Sumpah Pemuda menjadi pengingat, Indonesia tidak akan lapar selama generasi mudanya percaya pada kekuatan bangsanya.(*)