EmitenNews.com - Opsi pailit menyergap PT Garuda Indonesia (GIAA). Jalan terjal itu mengemuka dengan catatan restrukturisasi utang tidak membuahkan hasil. Menariknya, opsi pailit itu, disiapkan pemerintah melalui Kementerian BUMN. Selaksa disambar petir di siang bolong, opsi tersebut menyesakkan dada para pegawai Garuda.


Tak pelak, kabar itu memantik Bursa Efek Efek Indonesia (BEI) menanyakan kebenaran kabar tersebut. Merespons itu, manajemen Garuda Indonesia mengaku belum ada informasi resmi seiring opsi pailit tersebut. ”Saat ini, kami terus melakukan langkah-langkah strategis akselerasi pemulihan kinerja dengan fokus utama perbaikan fundamental kinerja perseroan,” tutur Mitra Piranti, VP Corporate Secretary & Investor Relations Garuda Indonesia, seperti dilansir BEI, Rabu (20/10).


Langkah tersebut antara lain penguatan basis performa finansial maupun fokus model bisnis jangka panjang, melalui program restrukturisasi menyeluruh yang tengah dirampungkan. Upaya itu, terus diintensifkan melalui berbagai langkah penunjang perbaikan kinerja khususnya dari aspek operasional penerbangan. ”Kami optimistis dengan sinyal positif outlook industri penerbangan nasional di tengah situasi pandemi Covid-19 mulai terkendali, dan pembukaan sektor pariwisata unggulan Indonesia,” imbuhnya.


Kondisi itu, menjadi momentum penting bagi jurus-jurus perbaikan kinerja perseroan. Perseroan akan terus mengoptimalkan secara bertahap, dan terukur sejalan  perbaikan fundamental kinerja operasi pada masa adaptasi kebiasaan baru. Selain itu, diskusi pemerintah melalui Kementerian BUMN mengenai rencana restrukturisasi. 


Di mana, restrukturisasi akan dilakukan selaras dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Itu untuk mendorong percepatan pemulihan kinerja. Saat ini, proses restrukturisasi keuangan termasuk restrukturisasi utang terus berlanjut. ”Proses restrukturisasi keuangan dalam pelaksanaannya dibantu beberapa konsultan pendamping. Dan, restrukturisasi fokus utama perseroan,” ucapnya.


Negosiasi, dan komunikasi dengan para kreditur secara berkesinambungan  dijalankan. Itu untuk mencapai penyelesaian terbaik. Pasalnya, restrukturisasi secara optimal dapat memperbaiki fundamental perseroan ke depan. Selain itu, tidak ada informasi, fakta, kejadian penting lain yang material, dapat mempengaruhi harga efek, dan kelangsungan hidup perseroan. ”Selanjutnya, perseroan akan selalu mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku,” tegasnya.


Sekadar informasi, pemerintah sudah menyiapkan opsi pailit kalau proses restrukturisasi utang Garuda Indonesia dengan sejumlah kreditur menemui jalan buntu. Apalagi, perusahaan penerbangan pelat merah itu, menderita kerugian Rp2,44 miliar. Kementerian BUMN telah menyiapkan transformasi maskapai Pelita Air dari air charter sebagai maskapai full service domestik. ”Kalau mentok ya kita tutup. Tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara (PMN) karena nilai utang Garuda terlalu jumbo,” tutur Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam diskusi dengan sejumlah pemimpin redaksi, Senin (18/10). 


Masalah utama Garuda biaya leasing melebihi kewajaran, dan penggunaan jenis pesawat terlalu banyak. Negosiasi restrukturisasi utang Garuda dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, dan pemegang sukuk global. Negosiasi moratorium utang, dan restrukturisasi kredit dilakukan tiga konsultan dengan peluang 50:50.


Tidak disangkal, restrukturisasi utang dengan 11 kreditur lokal telah mencapai kesepakatan pada September 2021. Namun, negosiasi dengan kreditur, dan lessor masih alot. Butuh waktu tidak singkat. Alasannya, armada pesawat yang digunakan Garuda milik puluhan lessor. (*)