Rekening Dormant dan Judi Online Jadi Ancaman Ekonomi

ilustrasi judi online.DOK/ISTIMEWA
EmitenNews.com -Belakangan ini, publik dikejutkan oleh langkah tegas yang diambil oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga ini mengambil tindakan dengan memblokir sementara lebih dari 140 ribu rekening bank yang dianggap tidak aktif atau dormant. Nilai total rekening tersebut tidak main-main—mencapai lebih dari Rp 428 miliar. Langkah ini langsung menjadi perbincangan luas di masyarakat, media sosial, dan ruang-ruang diskusi kebijakan publik.
Tindakan ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, banyak pihak mendukung langkah PPATK sebagai upaya serius memberantas kejahatan keuangan, khususnya judi online dan pencucian uang. Namun di sisi lain, masyarakat resah karena ada sejumlah rekening yang diblokir padahal tidak terkait dengan aktivitas ilegal. Beberapa di antaranya adalah rekening milik pribadi yang sengaja tidak diaktifkan karena digunakan untuk tujuan menabung jangka panjang, pembayaran biaya pendidikan musiman, atau bahkan sekadar menyimpan dana darurat.
Sebelum membahas mengapa rekening dormant diblokir, terlebih dahulu kita pahami apa itu rekening dormant? Rekening dormant adalah rekening bank yang tidak aktif selama jangka waktu tertentu. Dalam praktik perbankan, masing-masing bank memiliki definisi dan parameter sendiri terkait berapa lama suatu rekening bisa dikategorikan dormant. Umumnya, jika dalam waktu 6-12 bulan tidak ada transaksi sama sekali, baik itu debit maupun kredit, rekening tersebut akan diberi status dormant.
PPATK menemukan bahwa rekening dormant ini sering kali menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kejahatan finansial. Selama lima tahun terakhir, PPATK mendeteksi adanya penyalahgunaan ribuan rekening tidak aktif yang dijadikan sarana untuk transaksi jual beli rekening palsu di media sosial, penampungan dana dari transaksi narkotika, tempat parkir dana hasil tindak pidana korupsi, penyaluran dana judi online, dan pemutaran dana pencucian uang lintas negara.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa pemblokiran ini bersifat sementara dan tidak berarti penyitaan, “Dana tetap aman, hak dan kepentingan tetap aman 100%. Tidak berkurang sedikit pun.” Ivan menyebut bahwa langkah ini murni untuk menganalisis potensi penyimpangan dalam rekening yang terindikasi dormant. Setelah proses analisis selesai, rekening-rekening tersebut akan dikembalikan ke pihak bank untuk ditindaklanjuti.
Dalam melaksanakan kebijakan pemblokiran rekening dormant, PPATK tidak sembarangan mengambil tindakan. Setiap tahapannya dilakukan melalui proses analisis yang komprehensif dan bertahap. PPTAK terlebih dahulu melakukan pemetaan atas data rekening-rekening tidak aktif yang diterimanya dari pihak perbankan. Analisis mencakup riwayat transaksi, lama tidak aktifnya rekening, serta potensi indikasi penyalahgunaan, khususnya terkait aktivitas keuangan ilegal seperti judi online (judol), pencucian uang, dan peretasan.
Setelah dipetakan dan dianalisis, rekening-rekening yang tidak menunjukkan adanya aktivitas mencurigakan atau keterkaitan dengan kejahatan finansial akan langsung dibuka kembali pemblokirannya. Hingga saat ini, PPATK telah menyelesaikan proses analisis dalam 17 tahap atau batch secara nasional. Ini merupakan pekerjaan besar yang mencerminkan komitmen lembaga tersebut dalam menjaga keseimbangan antara keamanan keuangan negara dan perlindungan hak masyarakat.
Per tanggal 6 Agustus 2025, PPATK mengonfirmasi bahwa mereka telah berhasil menyelesaikan analisis terhadap 122 juta rekening dormant. Seluruh rekening tersebut telah dikembalikan kepada bank-bank terkait untuk proses reaktivasi dan dapat diaktifkan kembali oleh nasabahnya.
Salah satu dampak langsung dari pemblokiran rekening dormant adalah penurunan signifikan pada aktivitas judi online. Menurut data PPATK, jumlah deposito yang terkait dengan judi online sempat melonjak tajam pada bulan April 2025, mencapai Rp 5,08 triliun. Lonjakan ini dipengaruhi oleh momentum lebaran, dimana banyak masyarakat menerima Tunjangan Hari Raya (THR) yang sayangnya dialihkan ke aktivitas ilegal.
Namun, sejak PPATK mulai memblokir rekening dormant pada 16 Mei 2025, terjadi penurunan tajam. Pada Mei, jumlah deposito judi online turun menjadi Rp 2,29 triliun, dan kembali turun menjadi Rp 1,50 triliun pada Juni. Diperkirakan pada Juli, nilainya sudah di bawah Rp 1 triliun.
Secara keseluruhan, selama semester I-2025, total dana judi online tercatat sebesar Rp 17,5 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan semester I-2024 yang mencapai Rp 37,2 triliun. Artinya, ada penurunan drastis sebesar 53% yang menunjukkan efektivitas kebijakan ini.
PPATK pun optimis jika intervensi terus dilakukan, total perputaran dana judi online sepanjang tahun 2025 bisa ditekan hingga Rp 205,30 triliun. Ini adalah penurunan hampir 40% dari posisi tahun sebelumnya yang mencapai Rp 359,81 triliun.
Menurut anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Firman Hidayat dana masyarakat yang masuk ke rekening judi online seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan konsumsi, tabungan, atau investasi produktif yang memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian nasional. Namun, karena sebagian besar dana judi online—sekitar 70% berakhir di rekening luar negeri, maka efek positif dari dana tersebut bagi perekonomian dalam negeri menjadi hilang. Jadi dari perhitungan sederhana, diestimasi ditahun 2024 saja impact dari judol itu 0,3% dari pertumbuhan ekonomi Indonesia!
Dampaknya tidak hanya mengurangi konsumsi, tetapi juga menggerus tabungan masyarakat, menurunkan investasi, dan bahkan mengurangi efektivitas belanja pemerintah, seperti bantuan sosial. Negara justru harus mengeluarkan anggaran tambahan untuk mengatasi dampak sosial dari judi online, seperti peningkatan angka kemiskinan, perceraian, dan kriminalitas.
Langkah PPATK dalam memblokir sementara rekening dormant bukan semata-mata bentuk tindakan represif, melainkan bagian dari strategi besar dalam menjaga integritas sistem keuangan nasional dari praktik kejahatan finansial. Meskipun kebijakan ini sempat menimbulkan kegaduhan dan keresahan publik, terutama di kalangan nasabah yang merasa tidak bersalah, namun data yang diungkap PPATK menunjukkan urgensi dan efektivitas kebijakan tersebut dalam menekan aktivitas ilegal, termasuk judi online, pencucian uang, dan korupsi.
Penurunan drastis jumlah deposito terkait aktivitas judi online setelah pemblokiran rekening dormant menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara rekening-rekening tidak aktif dan aktivitas finansial terlarang. Hal ini membuktikan bahwa rekening dormant sering dijadikan celah oleh pelaku kejahatan untuk mengaburkan jejak transaksi. Di sisi lain, pemerintah juga menyadari bahwa definisi dan parameter rekening dormant harus diperjelas dan disepakati bersama antara bank, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lembaga terkait agar tidak ada korban kebijakan dari kalangan nasabah yang memang memanfaatkan rekening tersebut secara sah.
Akhirnya, kebijakan pemblokiran rekening dormant harus dilihat dalam perspektif jangka panjang sebagai bentuk perlindungan, bukan penghakiman. Masyarakat yang terdampak tetap bisa melakukan reaktivasi dengan prosedur yang mudah dan transparan. Dengan sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan publik, diharapkan upaya ini bisa menciptakan sistem keuangan yang bersih, aman, dan berdaya saing untuk masa depan Indonesia.
Related News

Beli Saham Karena Rekomendasi Influencer? Tahan Dulu

Euforia Investor: Mitos dan Fakta yang Perlu Anda Ketahui

FDI Indonesia Terjun Tajam: Sinyal Krisis atau Momentum Berbenah?

Delisting dari BEI: Cerminan Masalah Fundamental atau Strategi Bisnis?

IPO Bertubi-tubi, Investor Seakan Main Kartu: Mana Meledak Mana Gagal?

Backdoor Listing: Jalan Pintas atau Jebakan Batman di Bursa Saham?