EmitenNews.com - Bank Tabungan Negara (BBTN) resmi meneken akta jual beli, dan pengambilalihan saham Bank Victoria Syariah (BVIS). Itu sebagai bagian dari proses pemisahan (spin-off) BTN Syariah selaku unit usaha syariah (UUS) milik BTN menjadi Bank Umum Syariah (BUS). BTN berharap aksi korporasi itu, dapat mendukung pencapaian visi BTN untuk menjadikan BTN Syariah sebagai bank syariah nomor dua terbesar Indonesia.

Transaksi itu, dilakukan BTN bersama para pemegang saham BVIS, yaitu Victoria Investama, dan Bank Victoria International di Menara BTN 1 Jakarta, pada Kamis, 5 Juni 2025. Aksi korporasi itu, bagian inisiatif strategis melakukan spin-off BTN Syariah menjadi BUS sehingga memenuhi peraturan regulator, dan perundang-undangan negara.

“Proses spin-off BTN Syariah direncanakan dapat berlangsung sekitar Oktober-November 2025. Setelah spin-off, diharapkan BTN Syariah digabungkan dengan BVIS akan menjadi lebih besar. Kami sudah berjanji kepada Menteri BUMN (Erick Thohir) bank syariah baru ini ditarget menjadi bank syariah terbesar kedua dalam kurun waktu tidak lama, dengan bisnis efisien, inklusif, dan berbasis nilai-nilai syariah,” tutur Nixon LP Napitupulu, Direktur Utama BTN.

Pada kesempatan sama, Direktur Utama Victoria Investama Aldo Jusuf Tjahaja mengaku optimistis BVIS di bawah naungan BTN akan menjadi lembaga keuangan syariah bertumbuh, dan lebih kompetitif di masa mendatang. Langkah strategis ini, kata Aldo, akan membuka peluang besar bagi para pemain lainnya untuk memperkuat ekosistem perbankan syariah Indonesia.

“Harapan kami BVIS akan menjadi salah satu institusi pemain kuat di perbankan syariah Indonesia. Semoga kolaborasi ini dapat menjadi kemitraan strategis bersama dan mampu mendukung ekonomi masyarakat dan khususnya ekonomi nasional melalui sektor jasa keuangan syariah,” ucap Aldo.

Nixon mengatakan BTN melakukan penandatanganan dokumen akuisisi tersebut pada 5 Juni 2025 setelah menerima surat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon perusahaan pengendali. Baru-baru ini, BTN juga telah meraih persetujuan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan spin-off terhadap BTN Syariah. “Kami secara resmi sudah mendapatkan izin-izin yang dibutuhkan, karena itulah kami segera menandatangani Akta Jual Beli ini, dengan nilainya kurang lebih Rp1,5 triliun atau sekitar 1,4 hingga 1,5 kali buku BVIS,” ujar Nixon.

Nixon mengungkapkan, BUS gabungan BTN Syariah dan BVIS nanti akan memiliki nama baru yang ditentukan Presiden Prabowo Subianto berdasarkan usulan BTN, Menteri BUMN, dan diharap bank baru diresmikan, dan beroperasi setidaknya sebelum tahun 2025 berakhir. “Namun kami tidak dapat menyebutkan calon namanya sekarang karena ada unsur legal. Nanti perlu dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham baik di BTN maupun Bank Victoria Syariah karena akan ada perubahan anggaran dasar, merk, dan lain-lainnya,” tukas Nixon.

Dengan visi menjadikan BTN Syariah sebagai bank BUKU 2, Nixon mengatakan dibutuhkan modal awal sekitar Rp6 triliun dari pendanaan BTN sekitar Rp3,5 triliun hingga Rp4 trilliun, kemudian nilai pembelian BVIS Rp1,5 triliun, dan right issue Rp1 triliun akan dilakukan dalam beberapa bulan ke depan. “Untuk memenuhi kategori BUKU 2 dan Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya kita buat mirip dengan kondisi BTN hari ini, yaitu sekitar 18-19 persen, sehingga bank baru ini nantinya bisa langsung ekspansi,” jelas Nixon. 

BTN memilih untuk mengakuisisi BVIS dan menggabungkannya dengan BTN Syariah ketimbang membangun bank baru karena prosesnya yang lebih mudah dan lebih cepat. Berdasar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, sebuah unit usaha syariah diwajibkan untuk dipisahkan dari induk bank konvensional jika nilai aset mencapai 50 persen dari total nilai aset induk atau memiliki aset paling sedikit Rp50 triliun. 

Pada akhir 2023, total aset BTN Syariah telah mencapai Rp54,28 triliun, sehingga BTN Syariah wajib spin-off dalam kurun waktu dua tahun setelah laporan keuangan tersebut, yakni sebelum tahun 2025 berakhir. “Pada Oktober 2025 mungkin asetnya sudah mencapai Rp65-67 triliun. Jadi, nanti dengan adanya bank syariah BUKU 2 baru, Indonesia akan punya ekosistem perbankan syariah lebih baik. Sebab market perbankan syariah ini besar, tidak mungkin hanya dilayani satu pemain saja,” ujar Nixon.

Melalui corporate plan telah disiapkan BTN untuk BTN Syariah selama kurun waktu 2-3 tahun ke depan, bank syariah baru diharap menjadi bank dengan fokus pada digital meski core business masih sektor perumahan. BTN Syariah, dan BVIS akan saling mengintegrasikan teknologi informasi, sumber daya manusia (SDM), model bisnis, dan tata kelola berdasarkan road map menjadi bank syariah progresif, dan mengedepankan digital sharia banking. 

Dengan basis digital kuat, BTN Syariah akan lebih menguasai area consumer banking dan retail banking. “Business process-nya akan digital, bahkan lebih digital dibanding induknya, sehingga kami akan hire banyak orang IT untuk menjadikan bank ini lebih kuat di digital sharia banking,” jelas Nixon.

Direktur Risk Management BTN Setiyo Wibowo menambahkan, fokus bisnis BTN Syariah nantinya akan melayani dua segmen yang selama ini loyalitasnya cukup tinggi terhadap perbankan syariah, yaitu segmen masyarakat syariah yang konformis dan segmen konservatif, sehingga mereka berminat untuk ber-bank di BTN Syariah.

“Untuk bisa masuk ke dua segmen itu perlu perbaikan digital, teknologi, dan lain-lain sehingga produk dan layanan syariah yang ada dapat dilayani dengan proses digital,” ujar Setiyo. (*)