EmitenNews.com - Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman meminta Presiden Jokowi menghentikan pembagian bantuan sosial (bansos) yang tidak sesuai aturan dan prosedur. Senator yang akrab disapa Haji Uma oleh rakyat Aceh ini, anggaran APBN mestinya digunakan sebagaimana aturan dan prosedur penyaluran bansos oleh Kemensos. Berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) serta data tambahan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

 

"Pembagian sembako atau bansos oleh Presiden Jokowi baik di depan istana atau di setiap kegiatannya di waktu terakhir ini telah mengangkangi aturan dan prosedur yang semestinya berbasiskan data yaitu by name by address," ujar Haji Uma dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (10/2/2024).

 

Haji Uma juga mempertanyakan apakah penerima bansos yang diserahkan Jokowi itu merupakan masyarakat miskin dan terdata baik di DTKS atau data lain yang selama ini menjadi rujukan. Jika tidak, maka penyaluran bansos yang menggunakan anggaran negara itu tidak tepat sasaran.

 

Jika bantuan tepat sasaran mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Tapi jika tidak, kasihan masyarakat Indonesia lain yang miskin atau kurang mampu yang tinggal di seluruh pelosok negeri tapi tidak memiliki keberuntungan yang sama.

 

"Pertanyaannya penerima bansos itu terdata sebagai masyarakat miskin atau tidak? Jika tidak, tentu penyaluran itu tidak tepat sasaran. Padahal Bansos itu dirancang untuk membantu warga yang kurang mampu di Indonesia," kata senator yang raihan suaranya di Pemilu 2019 lebih tinggi dari suara Jokowi pada Pilpres lalu di Aceh. 

 

Bagi Haji Uma, hal itu praktik yang melanggar aturan. Karena pertimbangan dalam penyusunan APBN yang disahkan 2024 telah mendapatkan pertimbangan DPD RI, tidak terjadi pembengkakan dalam pelaksanaannya karena tidak ada hal darurat pangan, atau bencana alam lainnya.

 

"Tidak ada urgensi atas kondisi khusus, lalu kenapa memberikan bansos secara jor-joran. Apalagi sampai ada permintaan pemerintah yang harus menggeser APBN yang sudah disahkan ke sektor Bansos, ini telah mengganggu sistem yang ada," pungkasnya.

 

DPD RI wajib mengingatkan pemerintah. Karena, menurut Haji Uma, apa pun yang dilakukan presiden adalah tugas negara yang melekat. Tidak boleh melanggar konstitusi dan undang undang, serta bukan pula atas kepentingan politik pencitraan, kepentingan kelompok atau mencari simpati lalu kemudian melanggar konstitusi. ***