EmitenNews.com - Ternyata oh ternyata. Sumber air dari pabrik air mineral Aqua di Kabupaten Subang, Jawa Barat bukan dari mata air pegunungan, seperti diklaim selama ini. Sumber air produknya yang selama ini dijual ke masyarakat, dari air tanah. Airnya disedot dengan pipa bertekanan tinggi melalui sumur bor sedalam 100-130 meter.

Masalah itu terungkap setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak ke PT. Tirta Investama Subang tersebut, Senin (20/10/2025).

"Air ini bukan dari pegunungan seperti yang selama ini kita yakini, melainkan dari sumur bor," ujar Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam videonya yang dikutip, Kamis (23/10/2025).

Dalam videonya Kang Dedi sempat mengungkapkan kekhawatiran potensi dampak lingkungan dari pengambilan air tanah secara besar-besaran. Karena bisa berujung pada risiko penurunan muka tanah, longsor, hingga krisis air.

Makin mengkhawatirkan setelah pihak perusahaan menjelaskan bahwa air yang diambil mencapai sekitar 2,8 juta liter per hari.

"Itu diperoleh secara gratis. Kalau pabrik semen, kain, otomotif, mereka harus beli bahan baku. Kalau perusahaan ini, bahan bakunya enggak beli," ucap mantan Bupati Purwakarta tersebut.

Dedi Mulyadi menyayangkan apa yang telah dilakukan pabrik air mineral tersebut, Pasalnya, efek dari penyedotan air tanah secara berlebihan itu, sangat mengkhawatirkan masyarakat.

"Jangan sampai air dari sini diangkut dan dijual mahal, sedangkan masyarakat sekitar kekurangan air bersih," lanjut Bapak Aing, sapaan medsos Dedi Mulyadi.

Karena itu, Gubernur Dedi Mulyadi meminta pihak terkait agar izin pengambilan air tanah serta operasional perusahaan Aqua di wilayah tersebut ditinjau ulang. Ia menjelaskan setiap perusahaan wajib memperhatikan izin terkait pengambilan air, pelestarian lingkungan, dan tanggung jawab sosial kepada warga sekitar.

Sebagian besar produk air minum dalam kemasan berasal dari air tanah

Sebelumnya dalam acara Mindialogue CNBC Indonesia, dikutip Kamis (4/9/2025), Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa sebagian besar produk air minum dalam kemasan yang dipasarkan di Indonesia berasal dari air tanah. Bukan dari sumber air pegunungan.

Karena itu, Menteri Hanif mengingatkan agar publik tidak mudah terpedaya dengan label air pegunungan pada botol kemasan yang banyak beredar. Pasalnya, kata dia, belum ada satupun perusahaan air kemasan yang menggunakan air permukaan secara berkelanjutan.

"Jadi, jangan terpedaya oleh minuman-minuman itu. Belum ada satupun minuman kemasan yang menggunakan air permukaan secara sustainable untuk produknya. Hanya untuk pricingnya, iya," kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq.

Praktik pengambilan air tanah secara berlebihan oleh perusahaan air minum sangat berisiko terhadap ketersediaan sumber daya air dalam jangka panjang. Tanpa memperhatikan konservasi jangka panjang, suplai air kita akan terbatas.

“Saya enggak usah sebut namanya. Namanya air minum pegunungan. Tetapi yang digunakan air tanah," tegasnya.

Bahayanya lagi. Air tanah sangat sulit untuk kembali, bahkan bisa dikatakan nyaris tidak dapat pulih. Laju rembesan air tanah hanya sekitar 100 cm per hari, sehingga pemulihannya membutuhkan proses yang cukup lama.

"Maka konsep konservasi sebagai investasi jangka panjang baru sebatas drama. Baru sebatas, semacam mantra yang banyak disampaikan oleh perusahaan, belum kita implementasikan," ujarnya.