EmitenNews.com - Tidak terima tudingan terlibat dalam gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016 Nurhadi akan mengajukan keberatan. Terpidana kasus korupsi itu, mengajukan eksepsi atas dakwaan terkait kasus penerimaan gratifikasi di lingkungan MA pada periode 2013-2019 dan TPPU pada periode 2012-2018. Eksepsi akan dibacakan pada Jumat (28/11/2025). 

Kepada pers, Selasa (18/11/2025), Nurhadi melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail mengaku keberatan akan diajukan lantaran banyaknya isi surat dakwaan yang tidak sesuai dan membingungkan.

"Kami akan menyampaikan eksepsi, tetapi setelah mendengar surat dakwaan kami merasa memerlukan waktu untuk memahami surat dakwaan," ucap Maqdir Ismail dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa.

Terdapat beberapa hal yang janggal dalam surat dakwaan. Di antaranya, perbuatan menantu Nurhadi sekaligus orang kepercayaannya, Rezky Herbiyono, yang seluruhnya dibebankan menjadi tanggung jawab Nurhadi.

Kejanggalan lainnya mengenai tempus perkara yang didakwakan. Perbuatan diduga terjadi sampai tahun 2018-2019, sedangkan pada periode tersebut, Nurhadi sudah pensiun.

Selain itu, Maqdir menambahkan terdapat kejanggalan lainnya, seperti perbedaan jumlah uang yang diduga diterima Nurhadi pada kasus kali ini dengan perkara yang sebelumnya.

Maqdir Ismail mengatakan, pihaknya memerlukan waktu tiga minggu untuk menyusun nota keberatan atau eksepsi.

Tetapi, Hakim Ketua Fajar Aji merasa waktu penyusunan eksepsi tersebut terlalu lama lantaran pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi harus selesai dalam jangka 120 hari. "Jadi, kami tetapkan eksepsi akan dibacakan pada Jumat, 28 November 2025."

Seperti diketahui Nurhadi didakwa menerima gratifikasi senilai Rp137,16 miliar dari para pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Jaksa KPK mengatakan, perilaku lancung itu, terjai saat Nurhadi menjabat maupun telah selesai menjabat sebagai Sekretaris MA.

Satu hal lagi, selain menerima gratifikasi, Nurhadi juga diduga melakukan TPPU senilai total Rp308,1 miliar yang meliputi Rp307,26 miliar dan USD50 ribu, atau setara dengan Rp835 juta (kurs Rp16.700).

KPK menduga pencucian uang dilakukan Nurhadi dengan menempatkan dana di rekening atas nama orang lain, membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan, serta membelanjakan kendaraan.

Nurhadi terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pada 10 Maret 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Nurhadi dengan 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan. Majelis hakim menilai Nurhadi terbukti menerima suap sejumlah Rp35,73 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,79 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi kemudian mengeksekusi Nurhadi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 7 Januari 2022.

Setelah itu, KPK menahan kembali Nurhadi usai yang bersangkutan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin. Penahanan tersebut dilakukan KPK pada 29 Juni 2025.

Penahanan kembali dilakukan dengan adanya dakwaan baru soal dugaan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang, yang sidang pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/11/2025). ***